JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru menjatuhkan vonis 5 tahun 7 bulan penjara kepada Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) nonaktif Andi Putra, Rabu (27/7) pekan lalu. Selain itu, majelis hakim yang diketuai Dahlan juga menghukum terdakwa membayar denda sebesar Rp200 juta.
Namun, hakim tidak mengabulkan tuntutan pencabutan hak politik 5 tahun terhadap terdakwa. Sepekan usai putusan vonis tersebut, Komisi
Hakim menyatakan Andi Putra terbukti secara sah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor yang merupakan dakwaan primer dalam perkara ini.
Pada sidang yang menghadirkan total 28 saksi tersebut, Andi Putra sebelumnya membantah tuduhan penerimaan uang tersebut sebagai uang suap untuk memuluskan izin Hak Guna Usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari (AA). Andi berdalih uang yang diterimanya dari mantan general manager perusahaan perkebunan tersebut, Sudarso, adalah uang pinjaman.
Majelis Hakim menilai dalih pinjaman dari terdakwa tidak bisa dibuktikan. Tidak ada perjanjian tertulis dan tidak ada menyebutkan waktu kapan uang itu akan dikembalikan selayaknya kesepakatan pinjam meminjam. Sementara Direktur Keuangan PT AA yang menjadi saksi, mencatat setiap uang keluar yang ditujukan kepada Andi Putra sebagai pengeluaran untuk pengurusan izin HGU.
Pada bukti percakapan WhatsApp antara Komisaris PT AA Frank Wijaya dan Sudarso yang diperlihatkan dalam persidangan sebelumnya, pemberian uang Rp500 juta kepada Andi Putra adalah pemberian dan tidak ada pembahasan pinjaman.
Selain itu, dalam pemeriksaan saksi-saksi juga terungkap ada pemberian uang dari PT AA kepada Panitia B saat rapat ekspose pra-pengurusan izin HGU dan pemberian kepada kepala Kanwil BPN Riau. Sudarso sendiri dihukum 2 tahun penjara dalam perkara ini.
Untuk itu, Majelis Hakim berpendapat bahwa pemberian uang Rp500 juta bukanlah pinjaman, tapi pemberian untuk izin HGU PT AA agar perusahaan tidak perlu membangun kebun kemitraan 20 persen di wilayah Kuansing sesuai kewajiban. Melainkan tetap berada di Kampar sesuai izin sebelumnya yang akan segera berakhir itu.
Atas putusan ini, Kuasa Hukum Andi Putra, Dodi Fernando ketika ditanya hakim apakah akan mengajukan banding, mengatakan akan berkonsultasi lebih dulu dengan terdakwa Andi Putra. "Akan pikir-pikir lebih dulu yang mulia," ucap Dodi yang juga diiyakan oleh Andi Putra.
Tim kuasa hukum Andi Putra ketika ditemui di luar sidang mengatakan tetap pada keyakinan bahwa kliennya tidak bersalah dalam perkara ini.
Dodi Fernando tetap pada keyakinan bahwa uang yang diterima Andi Putra adalah pinjaman untuk menutupi keperluan mendesak.
"Namun kami tetap menghormati putusan Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru dalam perkara ini. Yang jelas kami akan segera berdiskusi dengan Pak Andi Putra soal langkah hukum yang akan ditempuh selanjutnya," sebut Dodi.
Sebelumnya, dalam surat dakwaannya, JPU KPK mendakwa Andi Putra telah menerima uang sebesar Rp500 juta dari total Rp1,5 miliar yang dijanjikan. Uang itu diberikan General Manager PT AA Sudarso berkaitan dengan izin HGU perusahaan perkebunan tersebut.
Andi Putra sebagai Bupati Kuansing dalam perkara ini disebutkan berkuasa dan berwenang mengeluarkan surat rekomendasi persetujuan penempatan lokasi kebun kemitraan (plasma) paling sedikit 20 persen. Lokasi plasma yang saat ini berada di Kampar membuat PT AA yang sebagian kebunnya berada di Kuansing ingin menghindari kewajiban tersebut. Uang suap itu diduga supaya perusahaan tidak perlu lagi membangun kebun kemitraan yang menjadi syarat keluarnya HGU.
Penetapan tersangka Andi Putra sendiri merupakan pengembangan dari penangkapan terhadap Sudarso pada 18 Oktober 2021. Sudarso ditangkap beberapa saat setelah bertemu dengan Andi Putra di Telukkuantan, Kabupaten Kuansing.
Usai Sudarso tertangkap, KPK sempat melakukan pengejaran terhadap Andi Putra, namun yang bersangkutan disebut melarikan diri dengan cara mengganti plat kendaraannya. Beberapa hari kemudian, Andi Putra akhirnya menyerah lalu ditetapkan sebagai tersangka.
JPU mendakwa Andi Putra melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.(yus/end)