JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyelesaikan pemeriksaan terhadap Wakil Ketua Dewan Majelis Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Ghofur. Dia diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dengan tersangka Direktur dan Komisaris PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Arta John Alfred.
Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, penyidik mendalami Abdul Ghofur soal aliran uang senilai Rp7 miliar dalam kasus tersebut. Pertanyaan ini tidak jauh berbeda dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin saat diperiksa KPK pada Rabu (29/1).
"Terkait dengan pengetahuan yang bersangkutan, apakah mengetahui, melihat, merasa langsung terkait dengan pemberian sejumlah uang oleh tersangka HA (Hong Arta)," kata Ali di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (3/2).
Kendati demikian, juru bicara KPK berlatarbelakang jaksa ini enggan membeberkan lebih jauh mengenai aliran uang dari Hong Arta tersebut. Menurutnya, informasi secara rinci akan terungkap di persidangan.
"Adapun mengenai detail informasi apakah yang bersangkutan mengetahui dan pertanyaan yang bersifat teknis tidak bisa kami sampaikan. Tentunya bisa terbuka untuk umum setelah dilimpahkan ke persidangan Pengadilan Tipikor," jelas Ali.
KPK diketahui tengah mendalami aliran uang yang diduga masuk ke PKB. Pada Rabu (29/1) Ketua Umum PKB Muhaimim Iskandar memenuhi panggilan KPK. Pria yang akrab disapa Cak Imin itu ditelisik dugaan penerimaan uang senilai Rp7 miliar oleh penyidik KPK.
Hal ini ditelusuri penyidik lembaga antirasuah karena mantan politikus PKB Musa Zainuddin mengajukan permohonan Justice Collaboratore (JC) ke KPK. Namun, Cak Imin membantah adanya aliran uang proyek PUPR yang masuk ke partai maupun kantong pribadinya.
Pemeriksaan terhadap sejumlah politikus PKB diduga berkaitan dengan permohonan JC yang dilayangkan mantan politikus PKB Musa Zainuddin pada Juli 2019. Sebab dalam persidangan, Musa menyebut dirinya bukan pelaku utama dalam kasus korupsi proyek infrastruktur di Kementerian PUPR.
Musa sendiri telah divonis sembilan tahun penjara karena terbukti menerima suap sebesar Rp7 miliar untuk meloloskan proyek infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Maluku dan Maluku Utara tahun anggaran 2016. Uang itu berasal dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir.
Tim penyidik lembaga antirasuah belakangan getol memanggil sejumlah politikus PKB terkait kasus suap proyek jalan ini. Salah satunya Wakil Gubernur Lampung yang juga politikus PKB Chusnunia Chalim alias Nunik. Selain itu, tim penyidik juga pernah memeriksa tiga politikus PKB, Fathan, Jazilul Fawaid, dan Helmi Faisal Zaini.
Dalam kasus ini, Hong Artha diduga menyuap sejumlah pihak, antara lain Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary serta anggota DPR Damayanti terkait pekerjaan proyek infrastruktur Kementerian PUPR.
Hong merupakan tersangka ke-12 dalam kasus ini. Sebelumnya, KPK telah menetapkan 11 tersangka lainnya. Sebelas tersangka itu adalah Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir (AKH), Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary (AHM). Kemudian, Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng (SKS), Julia Prasetyarini (JUL) dari unsur swasta, Dessy A Edwin (DES) sebagai ibu rumah tangga.
Perkara tersebut dimulai tertangkap tangannya anggota Komisi V DPR RI periode 2014-2019 Damayanti Wisnu Putranti bersama tiga orang lainnya di Jakarta pada 13 Januari 2016 dengan barang bukti total sekitar USD 99 ribu. Diduga, uang itu merupakan bagian dari komitmen total suap untuk mengamankan proyek di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016.
Sumber : Jawapos.com
Editor : Rinaldi