Kota berkembang seperti Pekanbaru banyak dihuni kaum urban dari perkampungan. Maka kebiasaan di kampung seperti pertanian seakan tak bisa ditinggalkan. Padahal kota identik dengan lahan sempit. Hidroponik menjadi solusi bagi pertanian kota (urban farming) di lahan sempit ini. Tak perlu kotor, cangkul, bahkan memegang tanah dalam sistem hidroponik ini.
RIAUPOS.CO - Sebuah green house berdiri kokoh di salah satu sudut lahan pertanian yang dikelola Kelompok Wanita Tani (KWT) Suci Bestari, Kelurahan Air Dingin, Kecamatan Bukit Raya, Pekanbaru. Green house itu berukuran 4 x 8 meter, dengan luas sekitar seperempat dari keseluruhan lahan pertanian yang dikelola KWT Suci Bestari.
“Hidroponik ini baru kami mulai sejak Februari 2023. Sudah beberapa kali panen,” ujar Wakil Ketua KWT Suci Bestari, Echy.
KWT memang sudah banyak berkembang di Pekanbaru. Hanya saja tidak banyak KWT yang memiliki sistem hidroponik seperti milik Suci Bestari. Green house yang di dalamnya ada instalasi hidroponik hanya merupakan bagian kecil dari lahan pertanian yang dikelola KWT sejak tahun 2021 lalu. Sedangkan instalasi hidroponik termasuk green house-nya baru ada pada Februari 2023 yang merupakan CSR salah satu bank milik pemerintah.
Hidroponik merupakan sistem pertanian dengan hanya menggunakan air yang dialirkan melalui pipa-pipa yang disusun sedemikian rupa, secara bertingkat. Bisa juga hanya satu tingkat saja. Air yang digunakan untuk nutrisi tanaman merupakan air yang sudah dilarutkan bahan tertentu yang disebut dengan nutrisi A dan nutrisi B dengan campuran yang disebut dengan AB mix. AB mix inilah yang kemudian dialirkan ke pipa-pipa itu, lalu diserap akar tanaman, terutama sayur-sayuran.
Air yang merupakan campuran dari AB mix ini disimpan dalam sebuah wadah atau chamber. Air kemudian ditarik dengan mesin pompa ke atas, lalu dialirkan ke pipa-pipa yang diisi dengan tanaman itu. Air nutrisi kemudian mengalir lagi kembali ke wadah semula. Air nutrisi ini ditakar kepekatan nutrisinya yakni antara 400 hingga 1500 PPM (part per milion). Ukuran ini untuk menakar kepekatan nutrisi per sejuta partikel.
Menurut Echy, mereka menggunakan nutrisi AB mix dengan takaran 1200 PPM setelah tanaman masuk ke instalasi hidroponik, terutama untuk sayuran pakcoy. Untuk kangkung, kepekatan nutrisinya lebih rendah, yakni 1000-1050 PPM.
Penggunaan nutrisi ini ditakar dengan menggunakan TDS (total dissolved solids) meter. Jadi bisa diketahui persis kadar nutrisi di dalam larutan yang dicampur dengan air. Jika nutrisinya kurang, maka ditambah campuran AB mix. Tapi jika nutrisinya setelah diukur berlebih, maka ditambahkan air sehingga takarannya sesuai dengan kadar nutrisi yang diperlukan tanaman. Pengukuran lain yang dilakukan adalah kadar keasaman (pH) air yakni antara 5 hingga 6. Kadar keasaman air diukur dengan pH meter. Biasanya, air yang ada di sekitar, termasuk air tanah sudah memadai kadar keasaman atau pH-nya.
Adapun green house diperlukan bagi sistem hidroponik ini untuk melindungi air dan tanaman dari hujan dan terik matahari. Hujan yang masuk ke sistem hidroponik bisa menyebabkan banyaknya air, sehingga mengurangi kadar nutrisi yang sudah ditakar sedemikian rupa. Jika banyak air yang masuk, tentu diperlukan tambahan nutrisi yang juga banyak agar kadar nutrisinya tetap sama yakni 1200. Makanya tidak boleh ada air yang masuk ke sistem ini sehingga efisiensi pengeluaran AB mix dapat dilakukan. AB mix memang selalu ditambah setiap kali diperlukan karena selain diserap tanaman, terjadi juga penguapan. Biasanya sepekan sekali selalu dilakukan penambahan air sekaligus campuran nutrisi AB mix-nya karena terjadi pengurangan air akibat serapan tanaman dan penguapan itu. Makin besar tanaman, maka makin banyak juga penyerapan air dan nutrisinya sehingga penambahan air dan nutrisi AB mix juga semakin sering. Jika air dibiarkan masuk karena hujan, tentu pemakaian AB mix akan lebih banyak lagi.
Fungsi lain dari green house ini adalah untuk melindungi tanaman dari matahari langsung. Sebab jika matahari langsung mengenai tanaman, apalagi tanaman yang masih muda, maka tanaman itu akan cepat layu dan tidak berkembang dengan baik. Dalam cuaca yang ekstrem panas, tidak hanya diperlukan green house, melainkan juga paranet (jaring hitam).
“Ini baru kami pasang paranet beberapa hari terakhir, karena panasnya menyebabkan tanaman jadi layu,” ujar eci lagi.
Green house adalah istilah yang digunakan untuk tempat perlindungan tanaman. Selain dari hujan dan panas, perlindungan juga diberikan untuk menjaga tanaman dari hama, serangga, dan penyakit tanaman lainnya. Green house yang ada di KWT Suci Bestari ini sudah dibuat dengan sistem yang modern, yakni menggunakan baja ringan sebagai strukturnya. Adapun dinding dan atapnya menggunakan plastik UV sehingga di dalam green house ini relatif panas karena hampir tidak ada udara yang masuk. Pada beberapa green house yang lebih modern sudah dilengkapi dengan penyejuk udara seperti kipas angin, blower, dan exhaust fan atau kipas yang berfungsi untuk menjaga temperatur dan kualitas udara.
“Sekarang kami tahap pembibitan, dan tanaman baru mulai dimasukkan ke instalasi dalam beberapa hari ini,” ujar Echy.
Mereka memang baru saja panen dan membersihkan instalasi hidroponik. Saat ini sedang dilakukan pembibitan ulang menggunakan beberapa wadah. Bibit dimasukkan ke dalam rockwool hingga tumbuh. Bibit disiram air tanpa nutrisi setiap hari. Bibit yang sudah tumbuh dan berumur 7 hari atau sepekan itu dipindahkan ke instalasi hidroponik dalam wadah masing-masing berupa netpot. Netpot diberi sumbu agar akar tanaman bisa menjangkau air nutrisi.
Satu bibit biasanya ditanam di satu lubang tanam pada paralon yang disiapkan. Jarak antara satu lubang tanam dengan lubang tanam lainnya antara 15 sampai 20 cm. Sayuran kecil yang berumur 1 pekan itu akan makin besar di instalasi hidroponik hingga panen pada usia 3 atau 4 pekan kemudian.
“Biasanya kami jual kepada ibu-ibu kompleks, atau bisa juga dijual kepada ibu-ibu di kelurahan,” ujar Echy.
Harga jualnya bervariasi, tergantung jenis sayuran. Kangkung misalnya dijual untuk 3 netpot seharga Rp5.000. Selain kangkung, ada juga pakcoy, bayam hijau, bayam belang, bayam merah, samhong, kailan dan selada. Harga kangkung lebih murah dibanding sayuran yang lainnya. Hanya saja, tetap lebih mahal dibandingkan sayuran konvensional yang ditanam di tanah.
Menurut Echy, sekali panen mereka bisa meraup uang sebesar Rp350.000. Panen dilakukan tidak sekaligus untuk semua lubang tanam. Dari tiga instalasi di green house itu, masing-masing ditanam bertahap, separuh dari tiap instalasi. Artinya penanaman bisa dilakukan sebanyak 6 kali secara bergiliran. Maka panen pun bisa dilakukan tiap pekan.
“Uang yang didapatkan kemudian dikumpulkan untuk membeli bibit, nutrisi AB mix, membayar listrik, dan lainnya. Sisanya untuk kas,” tambah Echy.
Bisa di Lahan Sempit
Berbeda dengan pertanian konvensional yang memerlukan lahan yang luas, maka hidroponik tidak memerlukan lahan yang luas. Bahkan hidroponik tidak memerlukan tanah sama sekali, sehingga memungkinkan untuk dilakukan di lantai atas ruko sekalipun. Beberapa toko penjual bahan hidroponik bahkan menjadikan lantai atas rukonya sebagai contoh hidroponik yang mereka kembangkan.
Berbagai kompleks perumahan yang lahannya sudah habis untuk garasi, pagar, dan sedikit area di depan rumah bisa juga digunakan untuk lahan hidroponik. Bahkan hidroponik juga dapat dilakukan di pagar-pagar. Hidroponik memang tidak memerlukan tanah sama sekali. Yang diperlukan adalah instalasi berupa pipa paralon yang dilubangi yang dijadikan lubang tanam, netpot, air dengan nutrisinya, dan chamber penampungan air, serta pompa untuk mengalirkan air.
Beberapa tahun lalu, sebelum Covid-19 melanda, sekolah-sekolah di Pekanbaru juga banyak mengembangkan tanaman hidroponik ini. Biasanya mereka mengembangkan hidroponik ketika musim penilaian sekolah Adiwiyata.
“Sekarang sudah jarang sekolah yang membuat pertanian hidroponik. Mungkin karena tidak musim Adiwiyata,” ujar Ketua Komunitas Hidroponik Riau, Asridalfiyan.
Fiyan sendiri mengembangkan hidroponik di rumahnya. Selain ada lahan yang dimilikinya, dia juga membuat hidroponik di lantai atas rumahnya seperti yang ada pada beberapa ruko di pinggiran jalan utama di Pekanbaru. Menurutnya, hidroponik cocok dikembangkan di lahan-lahan sempit, termasuk perumahan-perumahan di Kota Pekanbaru yang rata-rata memiliki lahan kosong di depan rumah sangat kecil untuk pertanian.***
Laporan MUHAMMAD AMIN, Pekanbaru