Pertanian Organik dengan Aquaponik

Liputan Khusus | Minggu, 24 Desember 2023 - 16:46 WIB

Pertanian Organik dengan Aquaponik
Info Grafis Pertanian Organik dengan Aquaponik (OLAHAN/GRAFIS/AIDIL ADRI)

Tren pertanian organik terus merambah kota-kota. Selain dengan hidroponik, berkembang juga konsep aquaponik, yakni pertanian terpadu antara tanaman dan ikan. Aquaponik dinilai “lebih organik” alias alami dibandingkan hidropo­nik. Benarkah?

RIAUPOS.CO - Berbeda dengan hidroponik yang berkembang dari skala rumahan hingga bisnis, sistem akuaponik tidak banyak berkembang, setidaknya di Riau. Penyebabnya, nutrisi yang dihasilkan dari kotoran ikan yang diolah dalam chamber saringan biologis, terkadang tidak maksimal dalam menumbuhkan tanaman. Setidaknya pada tanaman tertentu.


Itulah sebabnya, tidak banyak yang mengembangkan pertanian akuaponik, juga di Riau. Padahal, manfaat ganda bisa didapatkan dari pertanian terpadu, kombinasi tanaman dan ikan ini. 

Secara Nasional, pertanian aquaponik sudah dipraktikkan bertahun-tahun dan berhasil dikembangkan. Salah satunya dikembangkan oleh artis Mark Sungkar. Mas Sungkar berhasil mengembangkan sistem aquaponik tidak hanya pada sayuran, tetapi juga tanaman-tanaman yang besar, seperti buah-buahan.

Menurut salah satu pelaku akuaponik di Pekanbaru, Faiz, aquaponik memang bisa berkembang sama dengan sistem hidroponik. Tapi pertumbuhan untuk tanamannya tidak sepesat sistem hidroponik.

“Pertumbuhan tanaman cukup bagus. Bahkan jika pengolahan nutrisinya bagus, tanaman bisa juga jumbo,” ujar Faiz.

Yang dimaksud dengan pengolahan nutrisi adalah chamber yang digunakan untuk saringan kotoran ikan benar-benar bisa mengubah kotoran ikan menjadi nutrisi yang diperlukan tanaman. Sebab jika pengolahan nutrisi dari kotoran ikan itu tidak maksimal, maka hasil dari chamber pengolahan itu tidak bisa menjadi nutrisi yang cukup untuk tanaman. 

Berbeda dengan sistem hidroponik, sistem aquaponik tidak menggunakan nutrisi tambahan dari bahan kimia AB mix. Instalasi untuk tanaman bisa jadi sama antara aquaponik dan hidroponik. Ada pipa paralon dengan lubang tanamnya, netpot untuk tempat sayuran, hingga sumbu untuk menghubungkan netpot tempat sayuran dengan aliran air. 

Air dialirkan dari tempat penampungan (chamber) menggunakan pompa, lalu dinaikkan ke atas dan mengalir ke dalam pipa-pipa instalasi yang di sana disediakan tanaman berupa sayuran untuk menyerap nutrisi dari sumber itu. Bedanya, hidroponik menggunakan AB mix sebagai sumber nutrisinya, sementara sistem aquaponik hanya menggunakan kotoran ikan.

Berbeda dengan hidroponik, sistem aquaponik lebih variatif. Misalnya ada sistem pasang surut dan rakit apung juga. Sistem rakit apung adalah sayuran ditanam di atas gabus yang di atasnya diletakkan netpot dan tanaman yang mengapung di atas kolam. Minusnya, dengan sistem ini, pengolahan air kurang maksimal karena tidak melalui chamber pengolahan. Selain itu, akar tanaman yang langsung berada di kolam bisa dimakan ikan. Beberapa ikan suka memakan akar tanaman.

Sebagai catatan, salah satu kunci keberhasilan sistem aquaponik adalah dengan pengolahan nutrisi pada chamber-chamber yang disediakan. Sistem filterisasi ini mirip dengan sistem filter untuk kolam koi. Biasanya ada empat hingga enam chamber atau bak. Pada sistem ini, filterisasi air kolam ikan itu dilakukan setidaknya dengan tiga sistem filter yakni filter mekanik/fisik, kimia, dan biologi. Masing-masingnya bisa satu hingga dua chamber. Misalnya, filter fisika bisa pada dua chamber, kimia dua chamber, dan biologi dua chamber. Atau masing-masingnya berisi satu chamber saja, salah satunya dua.

Salah satu kunci filter untuk sistem aquaponik ini adalah filter biologi. Filter biologi biasanya diisi dengan bioball yang merupakan “rumah” bagi bakteri baik. Secara rutin harus juga dimasukkan bakteri baik, misalnya lactobacillus. Bibit bakteri baik ini misalnya ada dalam EM4 yang bisa dibeli di toko-toko.

Sedangkan filter fisika atau mekanik biasanya diisi dengan jaring nelayan, busa, dakron, kertas mikron, dan lainnya. Sedangkan filter kimia biasanya menggunakan arang aktif, batu zeolit atau resin. Masing-masing filter itu memiliki fungsi, mulai menyaring kotoran kasar dan halus, mengubah kimia air, hingga mengubah racun nitrat dari kotoran ikan. Salah yang terpenting, filter biologis, berfungsi mengubah kotoran ikan menjadi nutrisi yang baik bagi tanaman.

“Sejauh ini jika pengolahan airnya baik, maka sayuran yang ditanam bisa berkembang hingga panen,” ujarnya.

Beberapa kegagalan sistem aquaponik terjadi ketika pengolahan filter biologis ini tidak berjalan dengan baik. Misalnya karena tidak menggunakan “rumah bakteri” yang cukup dalam filter biologis.

Hanya saja diakuinya tidak semua tanaman bisa dikembangkan menggunakan sistem aquaponik ini. Sayuran seperti bayam cukup sulit berkembang dengan sistem ini. Akan tetapi kangkung, selada, hingga sawi bisa berkembang pada sistem ini. Bahkan beberapa tanaman lainnya seperti daun mint, seledri, hingga yang lebih besar seperti daun pandan juga berkembang baik di sistem ini.

Menurut praktisi hidroponik Riau Asridalfiyan, sistem aquaponik sulit berkembang dibandingkan hidroponik. Makanya sepengetahuannya tidak ada pebisnis sayuran organik di Riau ini menggunakan sistem aquaponik, yakni memadukan tanaman dan ikan. Pelaku hidroponik seperti dirinya, paham sistem ini, hanya saja karena sulit mengukur keberhasilannya, maka tidak banyak yang mau melakoninya.

“Biasanya untuk hobi saja,” ujar Asridalfiyan.

Afridalfiyan yang juga Ketua Komunitas Hidroponik Riau ini belum pernah mempraktikkan sistem aquaponik. Hanya saja dia pernah mempelajari dan pernah juga mendengarkan beberapa orang yang mempraktikkan sistem aquaponik. Termasuk apa yang dilakukan  Mark Sungkar.

Menurutnya, pertanian sistem aquaponik bisa dilakukan, hanya saja tidak maksimal. Misalnya dengan umur yang sama, tapi hidroponik lebih besar ukurannya dibandingkan sayuran sistem aquaponik. Salah satu kendala yang kerap dihadapi para pelaku aquaponik adalah bahwa kekentalan nutrisi untuk tanaman tidak bisa dikontrol dalam sistem aquaponik. Sebab beda umur tanaman, beda lagi nutrisi yang diperlukan. Semakin besar tanaman, maka makin banyak juga nutrisi  dan kekentalan nutrisi AB mix yang diperlukan. Sementara nutrisi yang dihasilkan dari ikan biasanya jumlahnya stabil, tidak bisa ditingkatkan.

Menurut Asridalfiyan, sistem aquaponik ini lebih pada pengolahan air dibandingkan dengan menumbuhkan tanaman. Sistem aquaponik ini sangat bagus bagi ikan karena akan membuat air lebih sehat untuk ikan. Sebab selain filter biologis berupa chamber biologis dengan adanya bakteri pengurai, ada juga akar tanaman yang juga dapat menyerap racun nitrat dari kotoran ikan yang mengubahnya menjadi nitrit.

“Biasanya lebih untuk peternak ikan. Tanaman hanya sampingannya atau bonus saja,” ujarnya.

Pertanian Terpadu 
Sistem aquaponik merupakan salah satu teknik pertanian terpadu (integrated farming). Pertanian terpadu antara ikan dan tanaman ini memang saling menguntungkan bagi ikan dan tanaman. Kotoran ikan akan dibersihkan dalam chamber-chamber aquaponik dan racunnya diserap akar tanaman. Ketika air dialirkan kembali ke kolam ikan, airnya sudah relatif bersih, baik secara fisik (keruh berkurang), juga dari kandungan kimia dan racunnya. Tentunya ikan akan lebih sehat karena airnya sudah kembali lebih baik. Dengan sistem ini, maka peternak ikan tidak perlu terlalu sering menambah air, atau membuang air kolam. Tentu saja ini akan menghemat air. Penambahan air kolam memang biasa dilakukan. Hanya saja itu terjadi karena air pasti akan berkurang akibat penguapan atau diserap tanaman.

Sementara di sisi lain, nutrisi dari kotoran ikan itu menjadi “makanan” bagi tanaman. Dalam sistem aquaponik, tidak diperlukan nutrisi tambahan dari AB mix. Cukup kotoran ikan saja. Bahkan AB mix yang merupakan bahan kimia, bisa berbahaya jika dimasukkan ke dalam sistem dan instalasi pengolahan air. Dengan tanpa pembelian nutrisi AB mix, tentunya sistem ini lebih efisien dan hemat karena hanya memerlukan pembelian pakan ikan. Panen pun bisa dilakukan ganda, yakni ikan dan tanaman sekaligus.

Lebih Alami dan Organik
Sistem aquaponik dinilai lebih alami dan murni organik dibandingkan  hidroponik. Sebab nutrisi yang digunakan untuk tanaman tidak menggunakan zat kimia sama sekali, melainkan hanya dari kotoran ikan.

Ini berbeda dengan hidroponik yang menggunakan bahan kimia AB mix. Tapi sistem hidroponik juga dinilai sebagai sayuran organik karena tidak menggunakan pestisida untuk memberantas hama. Jika pun ada pemberantas hama, maka menggunakan pestisida nabati.

Akan tetapi menurut akademisi Universitas Lancang Kuning Provinsi Riau Dr Indra Purnama, murni atau tidaknya sayuran organik pada sistem aquaponik tergantung juga pada pakan ikan yang bersangkutan. Jika masih menggunakan pelet pabrikan penuh, maka nilai organiknya juga tidak maksimal. Belum murni organik. Akan tetapi jika pakan ikan dipastikan berasal dari pakan alami yang tidak pabrikan, maka sistem ini bisa dikatakan sudah organik murni.

Beberapa pakan alami yang bahkan juga bisa dikembangkan dari kolam-kolam ikan adalah tanaman azola, lemna, dan wolfia. Azola, lemna, dan wolfia adalah tanaman air jenis paku-pakuan yang berkembang dengan cepat. Azola bisa dikembangkan berdampingan dengan kolam ikan, bahkan mengapung di dalam kolam. Akan tetapi tentunya azola ini harus dipisahkan dari ikan agar tidak habis dimakan ikan sebelum berkembang. Azola biasanya tidak dijadikan pakan utama ikan. Akan tetapi bisa menghemat pakan pabrikan hingga 30-40 persen. Azola yang ditebar di dalam kolam yang sama dengan ikan, dengan diberi pemisahan agar tak dimakan ikan, juga bisa menyerap racun dan amoniak di dalam kolam.

Kendati memiliki pertumbuhan yang pesat, yakni dua kali lipat dalam tiga hari, itu tidak cukup untuk pakan ikan secara penuh. Padahal, nutrisi azola juga cukup untuk ikan karena proteinnya mencapai 30 persen.

Selain azola, ikan juga bisa diberi pakan dari maggot yang juga bisa dikembangbiakkan. Konsep pertanian terpadu ini sudah diterapkan di banyak tempat. Misalnya di Kampung Patin di XIII Koto Kampar. Selain peternakan patin, di sana juga ada budidaya maggot untuk pakan ternak dan ikan.

Menurut Indra, secara umum aquaponik memang kurang memadai untuk nutrisi tanaman yang maksimal, kecuali ada tambahan lainnya, misalnya pupuk organik cair (POC). Hanya saja, jika ditambahkan POC pada sistem instalasi aquaponik ini, maka sisa POC itu akan kembali ke kolam dan bisa berbahaya bagi ikan. Jika itu dilakukan, maka sebaiknya airnya diolah lagi sehingga filter aquaponik ini harus dibuat ganda sebelum masuk kembali ke kolam ikan.

“Tapi tentunya perlu upaya ekstra,” ujar pegiat tanaman organik ini.***

 

Laporan MUHAMMAD AMIN, Pekanbaru

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook