Melindungi Anak saat Pandemi

Liputan Khusus | Jumat, 23 Juli 2021 - 08:54 WIB

Melindungi Anak saat Pandemi
GRAFIS (GRAFIS: AIDIL ADRI)

Keempat, anak lebih cepat dewasa, karena yang mereka lihat bukan hanya film atau game yang untuk anak-anak, tetapi juga ada tampilan video dewasa. Walau anak tidak membuka situs dewasa tersebut, tetapi kadang ada iklan yang menampilkan video dewasa, dan ini dikelik (dilihat) anak.

"Saya pernah tanya (mengetes) anak saat masuk SMP, ternyata mereka pernah melihat tampilan porno. Anak yang saya tes baru tamat SD mau masuk SMP. Ini patut menjadi perhatian kita,” ujarnya.


Kelima, menurut penelitian asosiasi dokter anak di Amerika, radiasi ponsel pintar sangat membahayakan anak. Bahkan bisa menyebabkan kanker, dan rabun mata dan tulang punggung yang bengkok, karena mereka menonton tidak pada posisi duduk yang benar. Kadang sambil baring di tempat tidur dan lampu pun padam.

Lalu apa yang harus dilakukan orang tua? Literasi teknologi dan kontrol orang tua. Literasi artinya orang tua harus bisa menjelaskan bahwa tidak semua yang dilihat anak itu baik. Anak diajak berpikir, apa keuntungannya melihat Youtube. Jangan dimarahi, tetapi diedukasi dengan cara diajak dialog. Sebab tidak semua anak suka game, ada yang suka YouTube, TikTok dan lainnya.

Literasi teknologi maksudnya apa yang mereka lihat di Youtube dan game, jadi bahan diskusi. Nanti secara bertahap anak akan paham, memang tidak bisa seketika anak paham, perlu waktu. "Misalnya di YouTube kadang muncul iklan porno, perempuan pakai pakaian dalam. Lalu jangan ditakut-takuri anak itu, tetapi diberi alasan apa bahayanya. Masukkan nilai-nilai agama dalam bentuk tanya jawab,” ujarnya.

Jika bermain ponsel itu dilarang, lalu anak hendaknya diberi alternatif. Orang tua memberikan mainan alternatif misalnya anak suka catur diajak bermain catur, atau permainan ular tangga, halma, main voli, bulu tangkis, basket, dan permainan alternatif lainnya.

Selain itu, pantauan orang tua perlu. Dalam belajar, orang tua harus mendampingi. Orang tua membuat jadwal, kapan bermain, menggunakan ponsel, sehingga anak terkendali dalam menggunakan ponsel. Dalam standar kesehatan, anak SD-SMA hanya dibolehkan 2 jam menggunakan ponsel, anak 3-6 tahun hanya satu jam. Anak 0-2 tahun disarankan tidak menggunakan ponsel.

Ajak Orang Tua Siasati agar Hak Anak Tak Terabaikan
Pandemi Covid-19 sudah berjalan hampir dua tahun, yang menyebabkan aktivitas pendidikan di Riau khususnya sangat terganggu. Akibatnya, banyak hak untuk mendapatkan pendidikan bagi anak tak bisa maksimal. Anak-anak tak lagi bisa ke sekolah untuk menimba ilmu seperti biasanya. Namun beralih dengan belajar secara daring.

Dengan kondisi ini, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Riau Dra T Hidayati Effiza MM mengatakan, orangtua harus mampu menyiasati keadaan.

"Bagi orang tua, harus pandai-pandai agar anaknya bisa belajar dengan maksimal, walaupun anaknya belajar secara  daring atau sistem online. Jangan biarkan anak sendirian tapi didampingi," jelas T Hidayati Effiza.

Pihaknya juga, berusaha maksimal untuk memberikan hak anak di Riau agar tak terabaikan. Salah satunya pihaknya baru saja  menggelar Bimtek Konvensi Hak Anak (KHA) bagi tenaga Kependidikan di Sekolah Ramah Anak (SRA) tingkat SMA/Sederajat tahun 2021 di Provinsi Riau.

Sasarannya pengajar masing-masing sekolah yaitu unsur Kepala Sekolah/Wakil Kepala Sekolah, Guru Bimbingan Konseling dari 15 sekolah tingkat SMA sederajat di Provinsi Riau. Dilaksanakannya kegiatan tersebut bertujuan memperkuat kelembagaan sekolah ramah anak tingkat SMA sederajat se-Provinsi Riau melalui bimbingan teknis konvensi hak anak. Sehingga mempercepat terwujudnya Provinsi Riau sebagai provinsi layak anak melalui pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak pada bidang pendidikan (klaster IV KLA).









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook