Pro-Kontra Keikutsertaan BUMA
Terkait rencana BUMA akan ikut mengelola Blok Rokan, sorotan pun bermunculan. Tidak sedikit yang mempertanyakan posisi BUMA dalam mengelola aset negara tersebut. Ketua Komisi III DPRD Riau Husaimi Hamidi, mengaku belum tahu, apa sebetulnya visi dan misi BUMA.
“Katanya mengangkat batang terendam, saya sepakat. Sekarang kita bicara PAD atau person? Kalau BUMA yang dimajukan, Pemda Riau punya saham di sana atau tidak? Kalau Pemda punya saham di sana berarti ada PAD. Ketika pemda tidak punya saham, saya tidak tahu caranya nanti BUMA bagaimana memberikan kontribusi ke Pemda Riau,” ujar Husaimi.
Dalam persoalan Blok Rokan ini, kepentingan antara pendapatan daerah dengan pendapatan personal harus dipisahkan. Begitu juga bila memang BUMA yang dimaksud memberikan keuntungan untuk lembaga adat. Menurutnya harus jelas posisi lembaga adat atau perusahaan yang berbisnis.
Pertanyaan yang sama juga dilontarkan anggota Komisi II Marwan Yohanis yang membidangi perindustrian dan perdagangan. Marwan justru khawatir, pengelolaan oleh BUMA justru mendatangkan mudarat terhadap apa yang telah diperjuangkan. Karena menurut dia, segala sesuatu yang tidak ditangani oleh bukan ahlinya, akan sangat sulit untuk dijalankan.
Dia menyarankan semua pihak harus tetap kompak. Jangan hanya memperjuangkannya saja yang bersama. Setelah berjalan justru masing-masing. Hasilnya membawa mudarat bukan manfaat. Patut dibanggakan semuanya memberikan kontribusi pemikiran. “Hanya saja selalu kita mendengar letakkanlah sesuatu pada tempatnya dan berikanlah tugas itu pada ahlinya,” pungkas Marwan.
Wakil Ketua DPRD Riau Syafaruddin Poti belum mengetahui sama sekali tentang keberadaan BUMA. Karena selama ini BUMA sendiri belum pernah disosialisasikan hingga ke kalangan dewan. Termasuk juga dilakukan pembahasan secara kelembagaan. Ia justru berpendapat akan sangat tidak elok bila sebuah lembaga dijadikan organisasi bisnis.
Wakil Ketua DPRD Riau Agung Nugroho mengatakan pihaknya memang telah mendapat gambaran proses alih fungsi setelah rapat bersama Panja Migas DPR RI. Namun menurut dia, apa yang dibicarakan saat itu lebih kepada pembahasan tingkat nasional. Lebih jauh disampaikan dia, di dalam proses alih kelola yang tinggal beberapa bulan lagi ini, tentu ada hal-hal yang mesti dituntaskan secara jelas. Apalagi, menyangkut hak-hak untuk kedaerahan.
Pihaknya juga akan bertanya soal peralihan nasib karyawan PT CPI. Bagaimana pula pekerja tempatan nanti itu bagaimana.
“Kami mau memastikan putra daerah bisa bekerja di Pertamina ini. Tidak ada tawar-menawar,” ujar Agung.
Ditanya soal keinginan LAM Riau yang juga ingin ikut mengelola Blok Rokan melalui Badan Usaha Milik Adat (BUMA), politikus Partai Demokrat ini menyebut bahwa hal tersebut sah-sah saja. Dengan catatan, Pemda Riau juga mendapat hak lebih di luar PI 10 persen.
Di pihak lain, Ketua DPH LAM Riau, Syahril Abu Bakar justru mengklaim, LAMR lewat BUMA berhak ikut dalam pengelolaan Blok Rokan. Ditegaskan Syahril, sebagai anak jati Melayu Riau, sudah selayaknya Riau mendapatkan jatah pengelolaan Blok Rokan yang selama ini telah diambil perusahaan asing. Menurutnya, saat ini sudah waktunya Riau berbicara untuk kesejahteraan masyarakat Riau, anak kemenakan Riau agar bisa menikmati hasil alam yang ada di Bumi Lancang Kuning.
Dia justru mengklaim, wilayah pengelolaan Blok Rokan, 50 persen lahannya berada di tanah adat, dan telah 95 tahun Blok Rokan ada di tangan asing. Untuk itu menurutnya wajar anak Riau akan ikut berperan serta, tidak lagi menjadi penonton. Syahril Abu Bakar mengatakan, kehadiran BUMA bukan untuk bersaing dengan BUMD Riau dalam pengelolaan Blok Rokan. Tapi bersaing dengan perusahaan-perusahaan di Indonesia.
“LAMR melalui BUMA ingin ikut memiliki saham. Jadi tidak sedikit pun mengganggu perjuangan BUMD Riau,” katanya.
Dijelaskan Syahril, LAMR melalui BUMA ingin ikut serta dalam pengelolaan Blok Rokan sebagai pemegang saham. Karena pihak Pertamina akan melepas sahamnya sebesar 39 persen, dan pengelolaannya dilakukan secara B to B.
“Ini kami lakukan karena kami risau jika nantinya masyarakat Riau tidak bisa ikut mengelola Blok Rokan. Tapi malah justru dicemooh kenapa pula LAMR mengurusi Blok Rokan. Tapi ya itu tadi, kalau kita tidur atau lengah, akan dimakan orang,” ujarnya.
Menurut Syahril, akan ada 20 ribu tenaga kerja yang terlibat dalam Blok Rokan. Karena itu, pihaknya tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat tersebut. “Apa kita hanya mau menonton, kemenakannya tidak bisa kerja. Sekarang ini sudah banyak orang mengadu mau cari kerja ke LAMR,” sebutnya.
Dijelaskan Syahril, niat LAMR untuk ikut memilki saham Blok Rokan juga sudah mendapatkan persetujuan dari Presiden RI Joko Widodo. Hal tersebut disampaikan Presiden ketika diberi gelar adat di Balai Adat Melayu Riau beberapa waktu lalu.
“Pimpinan tertinggi di Indonesia saja sudah mengiyakan. Jadi tentunya anak buahnya juga harus ikut,” ujarnya.
Selain Presiden, menurut Syahril, pihak DPR RI melalui Panja Migas juga akan memfasilitasi LAMR melalui BUMA dengan PT Pertamina, SKK Migas dan PT PGN. Dalam pertemuan itu, akan dibahas mengenai keinginan LAMR terkait kepemilikan saham di Blok Rokan. Dalam kepemilikan saham itu, pihaknya tetap minta 39 persen. Itu nantinya yang akan dibicarakan dengan pihak-pihak terkait di atas. Tapi yang jelas Presiden dan DPR RI sudah memberi kesempatan bagi LAMR untuk ikut mengelola Blok Rokan melalui kepemilikan saham.
Saat ditanyakan kapan kepastian bahwa LAMR akan mendapatkan saham tersebut, Syahril menyebutkan bahwa saat ini pihaknya sedang membentuk tim teknis yang akan bernegosiasi dengan pihak Pertamina, SKK Migas dan pihak terkait lainnya.
“Untuk keperluan pendanaan, kami sudah bekerja sama dengan pihak ketiga. Tapi siapa pihak ketiga itu, tak usahlah kami sebutkan. Itu kan rahasia perusahaan. Yang jelas kami siap,” ujarnya.
Terkait SDM untuk pengelolaan Blok Rokan nantinya, menurut Syahril bahwa tenaga kerja yang ada saat ini tetap akan dipertahankan. Pasalnya, tenaga kerja saat ini juga 95 persen adalah anak Riau.
Sementara itu, Ketua MKA LAMR Al azhar mengatakan, ada tiga tugas pokok dan fungsi LAMR sesuai dengan AD/ART. Salah satunya yakni mempertahankan dan memperjuangkan hak-hak masyarakat adat untuk kesejahteraan lahir dan batin. Di samping tugas pelestarian itu sendiri.
Hanya saya dalam sejarah LAMR selama ini, tugas utama itu lebih banyak pada tugas pelestarian. Sedangkan perjuangan untuk hak masyarakat adat agak jarang disentuh karena kawasan ini peka. Sebab akan berhadapan dengan politik penggerusan SDA. Tapi saat ini, itu sudah berubah.
Saat ini, menurut Al azhar, pihaknya sedang berusaha mengembalikan yang sudah lama hilang. Hal tersebut dimulai ketika adanya transisi pengelolaan Blok Rokan. Pihaknya melihat ada peluang. Peluang untuk mengembalikan hak masyarakat adat untuk kesejahteraannya.
“Jadi untuk pengelolaan Blok Rokan, selain PI 10 persen untuk daerah melalui BUMD, ada juga B to B. Saya rasa ini yang belum diketahui publik. Pada intinya, LAMR tidak mengambil sedikit pun hak BUMD, tetapi LAMR ikut dalam upaya B to B. Itulah kerangka berpikirnya,” jelas Al azhar.
Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar turut menyikapi rencana LAMR untuk ikut mendapatkan saham Blok Rokan. Gubri mengatakan, karena kepemilikan saham itu menggunakan skema B to B menurutnya tidak masalah. “Kalau skemanya B to B tidak masalah,” sebut Syamsuar.
Terkait adanya kritikan dari beberapa pihak tentang rencana LAMR untuk memiliki saham Blok Rokan, menurut Gubri pihak LAMR tinggal menjelaskan saja kepada masyarakat. Sebab pada AD/ART-nya, juga ada peran LAMR untuk menyejahterakan masyarakat adat.
“Jelaskan saja AD/ART-nya. Sebab di dalam itu juga ada disebut terkait menyejahterakan masyarakat adat. Jadi mungkin ada masyarakat yang tidak jelas tentang itu. Jadi hanya perlu sosialisasi lagi. Sebab kalau untuk pemerintah daerah kan sudah jelas ada PI 10 persen,” katanya.
Siapkan Lebih dari Satu BUMD
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau telah menyiapkan lebih dari satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Riau, untuk nantinya bisa ikut mengelola Blok Rokan setelah alih kelola dari PT Chevron ke Pertamina. Namun, kepastian BUMD mana yang akan dipilih baru bisa ditentukan saat Blok Rokan sudah sepenuhnya dikelola oleh Pertamina Agustus pada 2021 mendatang.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Riau, Indra Agus Lukman mengatakan, jelang alih kelola tersebut, pihaknya juga sudah menyiapkan BUMD lebih dari satu. Pasalnya, alih kelola Blok Rokan ini tidak hanya akan mengelola di bidang bisnis minyaknya saja, namun juga bisnis pendukung lainnya. “Beberapa BUMD sudah kami persiapkan. Karena selama ini Chevron itu bisnisnya bukan minyak saja, tapi ada pegawai, transportasi dan jasa-jasa dan lainnya,” kata Indra.
Dengan rencana tersebut, saat ini Biro Ekonomi sedang menggesa perbaikan BUMD-BUMD yang ada. Agar nantinya jika sudah alih kelola, BUMD Riau benar-benar siap. Untuk itu, sekarang Biro Ekonomi terus memperbarui BUMD. Yang jelas sudah ada lampu hijau dari Pertamina kalau BUMD Riau bisa terlibat. Dengan banyaknya BUMD yang terlibat tersebut, selain Riau akan mendapatkan participating interest (PI) 10 persen, Riau juga akan mendapatkan tambahan dari pengelolaan bisnis di luar minyak.
“Namun demikian, semua rencana tersebut baru bisa direalisasikan pada Agustus 2021 atau setelah alih kelola dilakukan sepenuhnya oleh Pertamina,” ujarnya.
Sementara itu, terkait adanya BUMD lain di Indonesia seperti PT Migas Hulu Jabar (MUJ) melalui anak perusahaannya yakni PT Energi Negeri Mandiri (ENM) yang bergerak di bidang pengeboran minyak, yang akan ikut mengelola Blok Rokan, menurut Indra hal tersebut tidak menjadi masalah. “Silakan saja. Cuma mereka kan tidak kerja sama dengan pihak Pertamina Hulu Rokan atau Pertamina. Jadi biar saja,” katanya.
BUMD asal Jawa Barat tersebut saat ini baru akan bekerja sama dengan pihak swasta dan bukan pihak Pertamina. Karena pihak Pertamina baru akan membuat kontrak setelah alih kelola nantinya.
“Cuma kalau pihak Pertamina berani melakukan kontrak sebelum masanya, itu salah mereka,” ujarnya.
Pelaksana Harian (Plh) Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau, Masrul Kasmy mengatakan, sedikitnya ada 170 perizinan yang mesti diselesaikan sebelum pindah alih pengelolaan Blok Rokan.
Masrul menjelaskan, dari 170 perizinan di Blok Rokan itu nantinya akan dibagi kewenangannya. Di mana perizinan ada yang berada di pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
“Kami berharap mudah-mudahan sebelum 9 Agustus 2021 sebagai perjanjian peralihan pengelolaan Blok Rokan dari PT CPI ke PT Pertamina itu sudah selesai semua perizinannya,” harapnya.
Wakil Gubernur Riau, Edy Natar Nasution mengatakan, Pemprov Riau pun telah menunjuk salah satu BUMD yakni PT Riau Petroleum sebagai pengelola jatah Riau 10 persen itu. Kini tinggal menunggu kesepakatan daerah yang masuk Wilayah Kerja (WK) Blok Rokan. Ia mengaku hal ini sudah disampaikan ke pihak Pertamina.
“Di internal kita sudah mencoba BUMD kita Riau Petroleum, tapi itu masih menunggu kesepakatan. Itu sudah kita seleksi dari sekian BUMD. Itulah yang memiliki peluang dari segala karakter yang dimiliki,” jelas Wagub ditemui usai mengikuti RDP.
Sedangkan untuk menambah saham di luar PI 10 persen itu, Pemprov Riau masih punya peluang untuk memiliki saham sebesar 39 persen lagi. Namun polanya B to B. Karena pola B to B, tentu peluang ini terbuka untuk semua pihak yang dianggap mampu di bidangnya.
“Itu juga peluang sebenarnya. Sebagian dari saudara-saudara kita untuk bisa diberikan peran di sana. Saya kira selama peran itu kita lakukan sesuai dengan mekanisme yang ada dan aturan hukum yang ada kenapa tidak?” tuturnya.(nda/sol/muh/ted)
Laporan: Tim Riau Pos