Terkait dengan sisi postif dari pemekaran, selain menjawab akan keinginan masyarakat juga ada beberapa hal. Diantaranya, menurut Peri, semakin kecil daerah itu akan mempermudah pembangnan dan administrastif. Dengan begitu juga, daerah yang merasa terpinggirkan lebih mudah terpantau dan bisa mengayomi lebih cepat akan pembangunan daerah tersebut. ‘’Banyak contohnya juga hal ini. Kota Pekanbaru sendiri juga belum bisa dikatakan merata pembangunannya karena ada juga gejolak-gejolak untuk mekar. Seperti yang sempat didengar itu Rumbai,’’ terangnya.
Selain ada sisi positifnya, kebijakan baru jelas akan melahirkan kelemahan jika tidak dikelola secara baik dan diantisipasi secara nyata. Kesulitan yang dimaksud diantaranya adalah keharusan daerah baru untuk menata kembali struktur dan infrastruktur yang baru. Kondisi ini sangat rawan terjadi konflik internel seperti penetapan jabatan dan lainnya. ‘’Sudah bukan rahasia kondisi di tempat baru ini. Jika sebelumnya berjuang bersama-sama, setelah ada pembicaraan struktur akan terjadi konflik. Namun, jika ini bisa teratasi dengan baik dan mereka semua satu visi yang sama, InsyaAllah hal itu bisa diantisipasi. Tapi persoalannya hal tersebut jarang bisa teratasi dan memerlukan waktu cukup lama,’’ terangnya.
Terkait dengan kewajaran permintaan mekar di Riau, Peri meyatakan hal tersebut sulit untuk diukur. Pasalnya, jika seluruh aspek sudah sesuai dengan tuntutan hukum jelas sudah layak dimekarkan. ‘’Nah, ini (soal kewajaran, red) tidak ada baromoternya. Jika sudah memenuhi atura hukum itu sudah wajar dimana tidak ada satupun yang dilanggar. Dan itu juga setidaknya didukung Kabupaten induk dan legislatif,’’ terangnya.(kun)