Kelola Sampah dari Hulu hingga Hilir

Lingkungan | Minggu, 24 Januari 2021 - 11:52 WIB

Kelola Sampah dari Hulu hingga Hilir
ilustrasi

(RIAUPOS.CO) - SAMPAH selalu menjadi permasalahan yang tidak bisa dianggap remeh setiap orang. Apabila tidak dikelola dengan baik. Bukan hanya tidak enak untuk dipandang, tapi juga dapat mencemari lingkungan jika sudah menumpuk. Oleh karena itu, sampah harus dimanfaatkan sedemikian rupa agar dapat menjadi lebih berguna. Membuat kota menjadi bersih tak hanya menjadi tugas pemerintah, tetapi juga tugas masyarakat yang tinggal di dalamnya. Pengelolaan harus dimulai dari hulu hingga ke hilir.

Hal ini disampaikan oleh Praktisi Tata Kota sekaligus Dosen Teknik Sipil Universitas Riau DR Muhammad Ikhsan ST MSc. Kata dia, pengelolaan sampah yang dikelola dengan baik dari hulu hingga hilir, akan menjadikan sampah sebagai berkah. “Sampah ini perlu dikelola, kalau tidak bisa jadi masalah. Kalau dikelola dengan baik maka masalah bisa diperkecil. Bahkan bisa mendapatkan keuntungan. Jadi orang bisa hidup dari sampah, bisnis dari sampah dan menghasilkan energi dari sampah. Tentu dengan pengelolaan yang benar,” kata Ikhsan, Sabtu (23/1).


Persoalan sampah dimulai dari rumah, kantor, industri, pasar dan lain-lain. Pengelolaan sampah harus dimulai dari hulu, dikatakan Ikhsan yang harus dilakukan oleh masyarakat adalah memulai dengan melakukan pemisahan sampah. Pemisahan sampah ini akan mengurangi volume sampah di tingkat awal. Jika semua sampah disatukan maka akan meningkatkan volume sampah.

Sampah dipisahkan menjadi organik dan anorganik. Sampah organik seperti sayur, daun dan lainnya yang mudah membusuk. Kemudian sampah anorganik yang tidak mudah hancur. Seperti kertas, plastik jara, besi, kaca, seng dan lain-lain. “Sampah organik itu arahnya untuk dijadikan kompos atau pupuk. Sampah anorganik dibagi menjadi dua, yang bisa didaur ulang dan yang tidak bisa. Kalau yang tidak bisa seperti plastik kresek dan lainnya. Namun untuk dapat melakukan itu, peran pemerintah dalam mensosialisasi dan mengedukasi juga harus dilaksanakan,” jelas Ikhsan.

Dari pemilahan tersebut, sampah organik dan sampah anorganik yang bisa didaur ulang dapat dijual di bank sampah terdekat. Di beberapa kota sudah menggerakkan bank sampah, yang menerima untuk diolah menjadi pupuk atau kompos. Kemudian dapat dijual kembali. Dengan demikian, sampah yang masuk ke pengangkutan hanya tinggal sampah yang tidak bisa didaur ulang sehingga dapat mengurangi volume sampah. ”Kalau kita pilah dan kurangi angkutan angka lebih ringan. Pengangkutan sampah itu memakan biaya yang paling besar,” ujarnya.

Selanjutnya adalah pengumpulan sampah yang dibuang. Idealnya sampah dikemas dalam wadah plastik yang diikat. Di negara-negara maju, biasanya menggunakan tong sampah besar, kemudian menggunakan plastik hitam tebal dan tidak mudah bocor. Sehingga lalat tidak datang karena tertutup rapat. Setelah itu, sampah-sampah tersebut diangkut ke tempat pembuangan sementara (TPS).

”TPS nya itu dibuat berupa kontainer dan ada penutupnya. Kalau kita lihat di Pekanbaru itu sangat minim TPS, jadi orang buang sampah dimana-mana. Dimana ada lahan kosong di situ jadi tempat buang sampah. Memang itu nanti diangkat, tapi sebelum itu diangkat pemandangan jorok. Kalau disediakan kontainer tidak akan ada pemandangan sampah di tepi-tepi jalan,” jelas Ikhsan.

Ikhsan menuturkan, Kota Surabaya adalah kota yang sukses dalam pengelolaan sampah. Dimana pengangkutan sampah dilakukan swakelola oleh pemerintah, kemudian menggunakan jasa kontraktor untuk pemilahan di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST).  Tak hanya itu, Ikhsan mengatakan pengelolaan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sangat tidak disarankan menggunakan cara primitif open dumping (sistem terbuka). Dimana sampah dibuang begitu saja dalam sebuah tempat pembuangan akhir tanpa ada perlakuan apapun. Tidak ada penutupan tanah.

Dijelaskannya, di TPA bisa diterapkan metode sanitary landfill. Sampah dibuang dan ditumpuk di lokasi cekung, dipadatkan dan kemudian ditimbun dengan tanah sehingga tidak menimbulkan bau busuk. Dalam sistem tersebut juga harus dibuatkan pipa-pipa untuk mengalirkan air lindi (cairan hasil pembusukan sampah yang terkontaminasi oleh berbagai bahan kimia dan bakteri). Air tersebut kemudian dinetralkan dulu sebelum dibuang agar tidak mencemari lingkungan.

Sampah-sampah tersebut akan mengeluarkan gas metana yang jika dikelola dengan baik dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar alternatif yang disalurkan untuk masyarakat, dan dapat digunakan sebagai ganti gas LPG.

Lebih lanjut, Ikhsan memaparkan sampah-sampah dari pembakaran seperti ranting, kayu lapuk dan materi lain bisa dimasukkan ke tungku  kemudian menjadi pembangkit listrik tenaga sampah. Sampah dan gas metana sampah dibakar menghasilkan panas yang menghasilkan uap. Uap kompresi tinggi kemudian menggerakkan turbin uap sehingga menghasilkan listrik.
”Dari sampah bisa jadi uang, dari sampah bisa jadi pupuk, bahkan bisa menjadi pembangkit listrik. Memang perlu uang dalam pengelolaan tapi ini lebih efisien,” tukasnya.(nda)

Laporan MUJAWAROH ANNAFI, Pekanbaru

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook