Paradigma Baru Pengelolaan Sampah, Jadi Tanggung Jawab Bersama

Lingkungan | Minggu, 06 Maret 2022 - 09:58 WIB

Paradigma Baru Pengelolaan Sampah, Jadi Tanggung Jawab Bersama
Gelaran talkshow gaya hidup berkelanjutan bertajuk gaya hidup kekinian untuk lingkungan hidup yang lestari, Sabtu (5/3/2022). (MUJAWAROH ANNAFI/RIAU POS)

(RIAUPOS.CO) - DARI tahun ke tahun, sampah masih menjadi masalah. Pemerintah juga sudah berusaha untuk mengurangi produksi sampah masyarakatnya melalui berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan.

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati SH MSD menyampaikan, terjadi perubahan paradigma pengelolaan sampah dari linier economy ke circular economy (CE).


Sebelum 2008 terjadi paradigma end of pipe solution, di mana sampah menjadi beban pencemar, tidak ada perubahan perilaku minim sampah, tidak ada pengurangan sampah di sumber produksi sampah, sampah bukan resource, tidak ada efisiensi sumber daya alam (SDA), eksploitasi SDA berlebihan linier economy (produce-consume-dispose).

Kemudian paradigma 3R, Recycle, Reuse, dan Reduce pada tahun 2008 – 2015, pengelolaan sampah dilakukan dengan mengurangi beban pencemar dari sampah, terjadi perubahan perilaku minim sampah, pengurangan sampah di sumbernya, sampah sebagai resource, efisiensi SDA, membatasi eksploitasi SDA (virgin resource).

Setelah itu, sejak tahun 2015 hingga saat ini dilakukan Extended Producer Responsibility (EPR) dan CE, yaitu produce consume-recycle and reuse, biological nutrients biosphere restoration, re-design kemasan (less disposable more recycleable and reusable), menggunakan ulang dan mendaur ulang samah selama bisa (make waste a new life as long as possible), mencapai sustainable cities and communities (SDG goal nomor 11), dan mencapai responsible consumption and production (SDG goal nomor 12). "Jadi terjadi perubahan paradigma pengelolaan sampah dari tahun ke tahun," ungkapnya dalam talkshow gaya hidup berkelanjutan bertajuk Gaya Hidup Kekinian untuk lingkungan hidup yang lestari, Sabtu (5/3).

Ia menjelaskan, dalam paradigma lama kondisi sampah masih diangap sesuatu yang tidak punya nilai. Sehingga 91 persen sampa masih ditimbun, dibakar, dan dibuang ke lingkungan. "Hanya 9 persen saja sampah plastik didaur ulang," ujarnya.

Sementara itu, dalam paradigma baru yang harus diterapkan dalam mindset masyarakat saat ini adalah, setiap orang merupakan penghasil sampah maka setiap orang bertanggungjawab atas sampahnya. "Sampahku tanggung jawabku, sampah kita tanggung jawab kita," tutur Rosa.

Selain itu, langkah yang benar dalam mengelola sampah adalah dengan mencegah dan mengurangi timbulnya sampah oleh setiap elemen penghasil sampah. Jika masih ada sampah yang timbul, manfaatnya kembali ke sampah. Jika masih ada sampah yang belum termanfaatkan kembali, lakukan daur ulang sampai sampah menjadi bahan baku atau energi. Upaya terakhir adalah menimbun sampah residu di tempat pemrosesan akhir (TPA).

Rosa  memaparkan, langkah praktis daur ulang yang bisa dilakukan siapapun di antaranya adalah dengan mengomposkan sisa makanan dan sampah taman, mengolah sampah organik dengan maggot BSF, memilah sampah layak daur ulang, menyetorkan sampah layak daur ulang di bank sampah, menyedekahkan sampah layak daur ulang, memanfaatkan kain perca, membuat kertas daur ulang, dan melaukan upcycling.

"Di kantor-kantor juga sudah dilakukan penerapan eco-office. Seperti di Kantor P3E Balinusra, yaitu dengan tidak mempergunakan kemasan plastik dalam konsumsi rapat, kemasan snack dengan ingke dan daun, jar dan gelas sebagai pengganti air mineral kemasan plastik. Kopi, teh, dan dispenser di ruang rapat," paparnya dalam agenda daring ini.

Tak hanya itu, ia juga menyarankan kepada masyarakat untuk selalu menghabiskan makanan, dan jika masih tersisa, maka dikomposkan. Menurutnya 50 – 60 persen komposisi sampah di Indonesia adalah sampah organik. (ali)

Laporan MUJAWAROH ANNAFI, Pekanbaru

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook