TEUKKUANTAN (RIAUPOS.CO) -- Pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuansing, mulai mendalami keberadaan Hotel Kuansing yang hingga sekarang belum juga bisa difungsikan.
Untuk tahap sekarang, pihak Kejari Kuansing tengah mendalami pekerjaan pembangunan ruang tamu (pengadaan mubiler) Hotel Kuansing.
"Dan hari ini, kita tingkatkan statusnya dari penyelidikan menjadi penyidikan," kata Kajari Kuansing, Hadiman SH MH dalam jumla pers dengan awak media, Senin (20/7/2020) di Kantor Kejari Kuansing.
Menurutnya, tim Kejaksaan Negeri Kuansing telah melakukan penyelidikan terhadap proyek pengadaan mubiler Hotel Kuansing yang berada di ruas Jalan Teluk Kuantan-Pekanbaru itu.
Dari hasil penyelidikan, tim Kejari Kuansing meningkatkan statusnya menjadi Penyidikan. Ini mengingat dari hasil tim di lapangan telah ditemukan minimal dua alat bukti kuat yang di duga telah merugikan negara.
Dijelaskan Hadiman, pada tahun 2014 telah dilakukan pembagunan fisik Hotel Kuansing oleh Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (CKTR) Kuansing. Kemudian di tahun 2015, dilakukan pembangunan ruang pertemuan hotel (pengadaan mubiler) hotel. Kegiatan pengadaan mubiler Hotel Kuansing dilakukan melalui pihak ketiga yakni PT.
BP dengan pagu kontrak Rp12,5 miliar lebih.
Dalam pekerjaannya, rekanan menyerahkan jaminan pelaksanaan Rp629 juta lebih. Hingga akhir tahun 2015, pekerjaan pengadaan mubiler hotel tidak mampu di selesaikan rekanan. Rekanan hanya mampu menyelesaikan 44,5 persen.
Karena itu, pemerintah daerah melalui Dinas CKTR membayarkan sesuai volume pekerjaan yakni sebesar Rp5,2 miliar lebih. Dengan kondisi lapangan seperti itu, seharusnya kontrak di putus.
Namun justru hingga hari ini, tidak ada pemutusan kontrak pekerjaan. Rekanan tetap dikenakan denda 1/1000 nilai pekerjaan. Dari hasil temuan BPK rekanan membayar harusnya dikenakan denda Rp352 juta lebih terhadap pekerjaan yang tidak selesai itu. Dan itu sudah dibayar oleh rekanan pada tahun 2018.
"Tapi mengapa tidak di putus kontrak sampai sekarang. Seharusnya kan, pekerjaan tidak tuntas, kontrak di putus. Pekerjaan di bayar sesuai volume di lapangan. Makanya kita naiknya dari penyelidikan menjadi penyidikan. Siapa tersangka dan berapa kerugian keuangan negara, nanti akan kita umumkan,"ujar Hadiman.
Pihaknya sudah memanggil pihak terkait pembangunan ketika itu. Kejanggalan lain, PPK tidak melakukan klaim jaminan pelaksanaan oleh rekanan pada Bank Riau Kepri Teluk Kuantan berbentuk garansi bank senilai Rp629 juta lebih.
Seharusnya uang itu dicairkan dan dikembalikan ke kas daerah, tapi ini justru dikembalikan ke rekanan.
"Karena kan negara yang rugi. Tapi kenapa dikembalikan pada rekanan. PPK kegitan tidak membuat SK penunjukkan panitia penilai hasil pekerjaan (PPHP). Seharus PPK, PPTK, dan PPHP sejalan, tapi ini tidak bentuk. Dari mana PPK bisa mengklaim bobot 44,5 persen tadi. Sehingga barang yang diterima pemerintah daerah tidak jelas. AC merek apa, tempat tidur merek apa,"ujarnya.
Kejanggalan lain, sampai hari ini pun tidak pernah serah terima pekerjaan sehingga pekerjaan yang dibayarkan Rp5,2 miliar lebih itu tidak jelas hasilnya. Disinggung mengapa penyelidikan tidak satu paket denga fisik hotel, Kajari Hadiman menegaskan, antara pekerjaan fisik hotel dan mubiler beda kegiatannya, beda fisiknya dan beda orang yang mengerjakannya.
Laporan: Desriandi Chandra (Telukkuantan)
Editor: Eko Faizin