GAZA (RIAUPOS.CO) - Sebanyak 12 staf dan personel Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tewas dalam serangan udara Israel ke Jalur Gaza menurut keterangan PBB.
”UNRWA (Badan Pekerjaan dan Pemulihan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat) telah kehilangan 12 personelnya sejak 7 Oktober,” ujar juru bicara Stephae Dujarric.
Secara terpisah, badan itu juga menulis pada X bahwa sangat menyedihkan memastikan kematian mereka. ”Kami berduka atas kehilangan ini dan merasakan kesedihan bersama kolega dan keluarga. Staf PBB dan warga sipil harus dilindungi setiap saat,” tulis mereka.
Dujarric mencatat, ada lebih dari 338 ribu warga yang mengungsi. Itu meningkat 30 persen dalam 24 jam terakhir. Dia menambahkan, dua pertiga dari mereka yang mengungsi mencari perlindungan di sekolah-sekolah yang dijalankan oleh UNRWA.
”Badan Pemulihan dan Pekerjaan PBB mengatakan hampir 218 ribu orang pengungsi internal berlindung di 92 sekolah di seluruh kawasan Jalur Gaza,” papar Stephae Dujarric.
”Di Gaza, lebih dari 2.500 unit rumah hancur, rusak parah dan tidak dapat dihuni sementara hampir 23 ribu lainnya mengalami kerusakan sedang hingga kecil,” tambah dia.
Setidaknya 88 fasilitas pendidikan terkena gempuran, termasuk 18 sekolah UNRWA. Dimana dua di antaranya digunakan sebagai penampungan darurat bagi orang-orang yang mengungsi serta 70 sekolah milik Otoritas Palestina.
Sekolah Yahudi di Seluruh London Ditutup
Empat sekolah Yahudi di London ditutup sejak Jumat (13/10), di tengah kekhawatiran akan keselamatan para murid menyusul lonjakan serangan antisemitisme (kebencian terhadap Yahudi).
Sekretaris Negara Urusan Dalam Negeri Britania Raya, Suella Braverman memperingatkan bahwa anti-semitisme yang dilakukan oleh Hamas bukanlah alasan untuk menyasar orang-orang Yahudi di Inggris.
Sekolah Dasar Torah Vodaas, Ateres Beis Yaakov dan Sekolah Menengah Menorah mengatakan kepada para orang tua bahwa mereka tidak akan dibuka kembali sampai hari Senin (16/10), sekolah keempat juga akan tetap tutup hari ini.
Community Security Trust (CST), sebuah badan amal yang mendukung masyarakat Yahudi Inggris, mengatakan bahwa kejahatan kebencian antisemit meningkat tiga kali lipat dalam empat hari. Menteri Dalam Negeri Suella Braverman mengatakan bahwa Hamas ‘setara dengan ISIS’ dan menunjukkan ‘antisemitisme abad pertengahan’.
“Sayangnya, setiap kali Israel diserang, kaum Islamis, rasis, dan elemen-elemen sayap kiri menjadikan tindakan pertahanan Israel yang sah, sebagai alasan untuk mengobarkan kebencian terhadap orang Yahudi,” ujarnya
Sky News melaporkan jika Rabbi Feldman, kepala sekolah dasar Torah Vodaas di Edgware, meyakinkan para orang tua murid bahwa tidak ada ancaman khusus terhadap sekolah tersebut. Namun sekolah tersebut akan tetap ditutup hingga hari Senin.
Sekolah-sekolah Yahudi lainnya di London telah mengambil tindakan pencegahan, termasuk mencabut persyaratan untuk mengenakan blazer sekolah saat masuk.
“Kami harus sangat berhati-hati di Inggris, kami tidak ingin memperkeruh situasi.” jelas Ms Jones, yang juga merupakan pejabat polisi Konservatif dan komisaris kriminal untuk Hampshire dan Isle of Wight.
Sementara itu, ratusan pengunjuk rasa pro-Palestina berkumpul di luar kedutaan besar Israel di London barat pada Senin malam lalu. Menyebabkan beberapa bagian gedung dipasangi papan pembatas.
Di tengah-tengah protes dan penjagaan di pusat kota London, Polisi Metropolitan melakukan tiga penangkapan atas penyerangan terhadap seorang petugas gawat darurat, melakukan perusakan yang bermotif rasial, dan kepemilikan senjata tajam. Protes dan pawai baru diperkirakan akan berlangsung di seluruh Inggris akhir pekan ini.
Menurut media lokal, lebih dari 1.300 warga Israel telah terbunuh sejak hari Sabtu ketika militan Hamas melancarkan serangan.
Israel juga telah mengidentifikasi 97 sandera yang diculik. Israel telah merespon dengan serangan udara dan pengepungan di jalur Gaza, dengan invasi darat juga diperkirakan akan dilakukan. Sementara Otoritas Gaza mengatakan bahwa lebih dari 1.400 warga Palestina telah terbunuh dan lebih dari 6.000 lainnya terluka.
Presiden Rusia Beri Dukungan Penuh Palestina
Presiden Rusia, Vladimir Putin turut prihatin atas wilayah Gaza, Palestina yang diserang oleh sekelompok militan Israel hingga terjadi blokade total akses tersebut. Vladimir Putin menegaskan bahwa Rusia mendukung pendirian negara Palestina agar merdeka dalam pelaksanaan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Hal ini disampaikan Vladimir Putin dalam sesi pleno Russian Energy Week di Moskow pada Kamis (12/10). “Posisi Rusia tidak akan pernah berubah sampai hari ini. Kami selalu mendorong pelaksanaan resolusi Dewan Keamanan PBB,” ujar Putin dilansir dari AP News pada Jumat (13/10). “Dengan mempertimbangkan terutama pendirian negara Palestina yang merdeka dan berdaulat,” lanjutnya.
Presiden Rusia tersebut menambahkan bahwa konflik di Palestina telah berlangsung lama dan menjadi bentuk ketidakadilan yang mencapai tingkat yang luar biasa di Internasional.
Ia menekankan bahwa isu Palestina adalah perhatian semua orang di wilayah yang sudah lama diduduki oleh Israel.
“Ini adalah situasi yang mengerikan. Kami memahami bahwa tingkat kepahitan sangat tinggi disana. Namun kita perlu mengurangi jumlah korban sipil sebanyak mungkin dan hal ini berlaku bagi kedua negara yang berperang,” tambahnya.
Vladimir Putin menjelaskan bahwa awalnya terdapat pembicaraan tentang menciptakan dua negara yaitu Israel dan Palestina, tetapi tidak pernah terwujud.
Vladimir Putin juga menambahkan bahwa sebagian wilayah Palestina sudah diduduki oleh Israel sudah sangat lama, namun dunia Internasional tidak menganggap ini serius.
“Tanpa menyelesaikan masalah politik dasar, yakni negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya, tidak mungkin menyelesaikan seluruh masalah ini dengan cepat,” kata Vladimir Putin dikutip dari Middle East News.
Presiden Rusia tersebut juga menyinggung kehadiran Amerika Serikat yang terus mendukung Israel dalam memasok senjata militer setiap tahunnya. Ia juga kesal dengan sikap Amerika Serikat yang tidak netral di resolusi PBB dan terus mendukung pihak yang salah yakni Israel.