GAZA CITY (RIAUPOS.CO) – Tentara Israel (IDF) terus melanjutkan ekspansi serangan militernya ke selatan Gaza meski sempat menyebut wilayah itu zona kemanusiaan. Warga Palestina di wilayah tersebut dipaksa untuk terimpit di kamp pengungsian yang sempit. Di sisi lain, Amerika Serikat (AS) terus menunjukkan dukungan penuh terhadap rezim Benjamin Netanyahu.
Menurut laporan Agence France-Presse (AFP), IDF menyerang Khan Younis, kota terbesar di selatan Gaza. Serangan juga ditujukan untuk jalur dari kota itu menuju Kota Rafah yang berbatasan dengan Mesir. Mereka beralasan, langkah tersebut dilakukan untuk melumpuhkan pasukan Hamas yang ikut kabur ke selatan. ’’Sumber dari Hamas dan Islamic Jihad mengatakan sedang bertempur sengit dengan tentara Israel di sana,’’ tulis AFP. Selain itu, Israel meneruskan serangan di wilayah utara. Yakni, Kota Jabalia dan Distrik Shejaiya di Gaza City. Aparat Israel mengaku sudah menghantam 250 target dalam 24 jam terakhir. Di antaranya, situs komunikasi, terowongan bawah tanah, dan pos komando yang dioperasikan Hamas.
Serangan itu terjadi setelah AS menggunakan hak vetonya untuk menggagalkan resolusi gencatan senjata. Dari 15 anggota Dewan Keamanan, 13 menyatakan setuju, Inggris abstain, dan AS menolak dengan veto.’’Saya meminta gencatan senjata segera dideklarasikan. Saya berjanji tidak akan menyerah meski DK PBB gagal melakukannya,’’ ungkap Sekjen PBB Antonio Guterres.
Kegelisahan Guterres beralasan. Sebab, hampir semua lembaga HAM di bawah PBB melaporkan kengerian yang terjadi di Gaza. Wakil Direktur UN World Food Programme Carl Skau mengatakan, 9 di antara 10 orang di wilayah itu harus menahan lapar 24 jam. Setengah dari populasi di sana sudah masuk kategori kelaparan.
Unicef, organisasi PBB untuk anak, menyebut 1 juta anak sudah telantar karena konflik itu. OCHA, agensi HAM untuk PBB, melaporkan bahwa 100 truk yang membawa bantuan untuk Gaza lewat Rafah pekan lalu masih jauh di bawah keperluan pengungsi. ’’Mereka dipaksa tinggal di wilayah yang sempit. Tanpa persediaan makanan, air, atau keamanan yang cukup,’’ papar Adele Khodr, pejabat Unicef.
Total 1,9 juta dari total 2,4 juta jiwa penduduk Gaza sudah telantar. Reem Abd Rabu, misalnya. Dia terpaksa mengungsi ke kamp pengungsian yang disebut Al Mawasi. Wilayah yang berkali-kali disebut sebagai zona aman oleh IDF. Sayang, janji itu terbukti kosong. Pasalnya, wilayah yang bahkan lebih kecil dari Bandara Heathrow itu tak layak ditinggali. ’’Air keluar satu hari lalu tak keluar selama 10 hari selanjutnya. Listrik pun sama saja,’’ ungkapnya kepada BBC.(bil/bay/jpg)
Menurut laporan Agence France-Presse (AFP), IDF menyerang Khan Younis, kota terbesar di selatan Gaza. Serangan juga ditujukan untuk jalur dari kota itu menuju Kota Rafah yang berbatasan dengan Mesir. Mereka beralasan, langkah tersebut dilakukan untuk melumpuhkan pasukan Hamas yang ikut kabur ke selatan. ’’Sumber dari Hamas dan Islamic Jihad mengatakan sedang bertempur sengit dengan tentara Israel di sana,’’ tulis AFP. Selain itu, Israel meneruskan serangan di wilayah utara. Yakni, Kota Jabalia dan Distrik Shejaiya di Gaza City. Aparat Israel mengaku sudah menghantam 250 target dalam 24 jam terakhir. Di antaranya, situs komunikasi, terowongan bawah tanah, dan pos komando yang dioperasikan Hamas.
Serangan itu terjadi setelah AS menggunakan hak vetonya untuk menggagalkan resolusi gencatan senjata. Dari 15 anggota Dewan Keamanan, 13 menyatakan setuju, Inggris abstain, dan AS menolak dengan veto.’’Saya meminta gencatan senjata segera dideklarasikan. Saya berjanji tidak akan menyerah meski DK PBB gagal melakukannya,’’ ungkap Sekjen PBB Antonio Guterres.
Kegelisahan Guterres beralasan. Sebab, hampir semua lembaga HAM di bawah PBB melaporkan kengerian yang terjadi di Gaza. Wakil Direktur UN World Food Programme Carl Skau mengatakan, 9 di antara 10 orang di wilayah itu harus menahan lapar 24 jam. Setengah dari populasi di sana sudah masuk kategori kelaparan.
Unicef, organisasi PBB untuk anak, menyebut 1 juta anak sudah telantar karena konflik itu. OCHA, agensi HAM untuk PBB, melaporkan bahwa 100 truk yang membawa bantuan untuk Gaza lewat Rafah pekan lalu masih jauh di bawah keperluan pengungsi. ’’Mereka dipaksa tinggal di wilayah yang sempit. Tanpa persediaan makanan, air, atau keamanan yang cukup,’’ papar Adele Khodr, pejabat Unicef.
Total 1,9 juta dari total 2,4 juta jiwa penduduk Gaza sudah telantar. Reem Abd Rabu, misalnya. Dia terpaksa mengungsi ke kamp pengungsian yang disebut Al Mawasi. Wilayah yang berkali-kali disebut sebagai zona aman oleh IDF. Sayang, janji itu terbukti kosong. Pasalnya, wilayah yang bahkan lebih kecil dari Bandara Heathrow itu tak layak ditinggali. ’’Air keluar satu hari lalu tak keluar selama 10 hari selanjutnya. Listrik pun sama saja,’’ ungkapnya kepada BBC.(bil/bay/jpg)