JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Belum semua penyelenggara negara patuh melaporkan kekayaannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berdasar data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tingkat kepatuhan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) secara nasional hanya 66,59 persen dari total 339.587 wajib lapor.
Berdasarkan catatan KPK, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berada di posisi paling rendah dalam pelaporan LHKPN. Yaitu sebanyak 44,88 persen dari 557 wajib lapor. Artinya, masih ada 307 orang atau lebih dari separuh anggota dewan yang belum melaporkan harta kekayaannya ke KPK. ”Padahal, mengisi dan memperbaharui LHKPN sekarang jauh lebih mudah,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Sedangkan untuk tingkat kepatuhan LHKPN tertinggi adalah penyelenggara negara yang bertugas di BUMN dan BUMD. Tingkat kepatuhan pejabat perusahaan pelat merah tersebut mencapai 82,11 persen dari total 28.412 wajib lapor. ”Ada 51 instansi yang telah melaporkan LHKPN 100 persen, yang terdiri dari unsur DPRD, BUMN dan BUMD dan pemerintah daerah,” jelasnya.
Febri mengatakan, bahwa sejak kemarin hingga batas akhir pelaporan LHKPN hari ini (31/3), pihaknya menugaskan 38 orang pegawai di bagian pendaftaran LHKPN dan unit terkait. Para petugas itu juga melayani konsultasi yang berkaitan dengan teknis pelaporan LHKPN dari pukul 08.00 hingga 14.00. ”Ini merupakan bagian dan upaya memaksimalkan pencegahan korupsi,” katanya.
Menurut Febri, pendaftaran akun baru maupun pengisian LHKPN sekarang jauh lebih mudah dibandingkan sebelumnya. Karena itu, KPK berharap seluruh penyelenggara negara yang berstatus wajib lapor untuk segera menunaikan kewajibannya.
Pelaporan LHKPN diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. LHKPN juga diatur di UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dan Peraturan KPK Nomor 07/2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.(tyo/git/jpg)