JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pro dan kontra lahir terkait kehadiran Direktur Penyidik KPK Aris Budiman di hadapan Pansus Hak Angket KPK. Terlebih, kedatangan itu tanpa seizin pimpinan lembaga antirasuah tersebut.
Menurut Peneliti Indonesia Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar, kedatangan Aris di pansus mengonfirmasi adanya double loyalitas di dalam KPK. Di samping itu, juga mengonfirmasi adanya permasalahan orang-orang baru yang masuk ke komisi antirasuah.
"Ternyata orang-orang baru masuk itu tidak punya visi yang sama dengan KPK secara kelembagaan," katanya kepada JawaPos.com, Rabu (30/8/2017).
Dia menilai, kedatangan Aris pun membuat leadership pimpinan KPK dipertanyakan. Apabila gaya-gaya subordinasi tersebut tidak dipotong oleh pimpinan lembaga adhoc itu, hal tersebut bisa menjalar menjadi kanker di KPK sendiri.
"KPK sebagai lembaga bisa kehilangan legitimasi dan dukungan dari publik," sebutnya.
Ditegaskannya, seharusnya Aris patuh terhadap pimpinan KPK karena dia saat ini bertugas di sana, bukan penyidik Polri
"Saat ini dia adalah orang KPK. Oleh karena itu, tidak sepantasnya dia bicara dengan baju Polri," cetusnya.
Karena itu, dia memandang perlu adanya sanksi bagi Aris atas pembangkangannya itu.
"Harus ada sanksi yang keras terhadap orang-orang semacam ini di internal KPK," ucapnya.
Di antara sanksi itu adalah pemecatan. Akan tetapi, semua itu kembali kepada keputusan pimpinan KPK. Namun, yang pasti, Aris, dalam pandangannya, sudah kehilangan legitimasi di publik.
"Dari pandangan publik, yang bersangkutan sudah kehilangan legitimasi moral di depan publik," tandasnya. (dna)
Sumber: JPG
Editor: Boy Riza Utama