JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Modus praktik suap yang digunakan mantan Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Antonius Tonny Budiono sering kali digunakan dalam tindak pidana pencucian uang.
Menurut Pengamat Hukum Pidana Abdul Fikar Hajar, itu karena suap melalui transfer tersebut bertujuan untuk mengelabui dan menghilangkan jejak tindak pidana.
"Modus-modus seperti ini seringkali digunakan dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) yaitu bagaimana mengelabui agar dapat menghilangkan jejak asal usul dari uang hasil kejahatan," ujar Abdul Fikar saat dihubungi JawaPos.com, Senin (28/8/2017).
Dia menyebut, kendati menggunakan modus transfer, modus tersebut tergolong baru. Pasalnya, transfer dilakukan bukan kepada rekening atas nama Tonny Budiono selaku penerima, melainkan atas nama orang lain dengan akses pengambilannya dengan kartu ATM.
"Ini betul-betul cara yang dimaksudkan untuk mengelabui agar tidak ada yang mengira bukan merupakan ’paket suap’," tuturnya.
Penggunaan modus baru itu menjadi bukti bahwa korupsi sudah mendarah daging tidak hanya pada birokrasi pemerintahan, tapi juga bagi dunia usaha. Karena itu, kasus yang juga menjerat Komisaris PT Adhiguna Keruktama, Adhiputra Kurniawan itu harus menjadi keprihatinan semua pihak agar tidak menghancurkan dunia usaha.
"Demikian juga dengan jumlahnya yang cukup fantastis, jelas sangat menyakiti rasa keadilan masyarakat. Terutama masyarakat bawah yang kesulitan mencari nafkah sehari-hari," tuntasnya.
Tonny Budiono dalam perkara itu diduga menerima suap sekitar Rp20 miliar dari Adhiputra Kurniawan. Diduga pemberian itu terkait dengan pekerjaan pengerukan pelabuhan Tanjung Mas Semarang. Menurut Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, suap itu tergolong menggunakan modus baru.
Pasalnya, penyerahan uang dilakukan dalam bentuk ATM. Diakui Basaria, dalam kasus itu, rekening tabungan dibuka oleh Komisaris PT Adhiguna Keruktama, Adhiputra Kurniawan selaku pihak pemberi dengan menggunakan nama pihak lain yang diduga fiktif. Kemudian, pemberi menyerahkan ATM kepada pihak penerima.
"Serta, penerima menggunakan ATM dalam berbagai transaksi," kata Basaria dalam keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta, 24 Agustus 2017 lalu. (put)
Sumber: JPG
Editor: Boy Riza Utama