JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Indonesia Coruption Watch (ICW) sejak awal selalu tendensius dengan DPR, termasuk soal penilaian LSM itu atas temuan sementara pansus yang disampaikan pada Ahad (27/8/2017) kemarin.
Hal itu disampaikan olehWakil Ketua Pansus Angket KPK, Masinton Pasaribu. Dia menyebut, faktanya,ICW bersikeras menggugat keabsahan hak konstitusional DPR ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Tak hanya itu, ICW pun menggalang dukungan penolakan Hak Angket, yang ternyata pendukungnya sangat minim.
“Tapi aksi-aksi ICW di depan gedung KPK maupun depan gedung DPR cuma diikuti belasan orang," ujarnya, Senin (28/8/2017).
Di samping itu, imbuhnya, penolakan melalui penggalangan media sosial dengan operasi buzzer yang memperbanyak akun-akun anonim juga gagal menggalang dukungan penolakan hak angket lewat Twitter dan Facebook. Yang kedua, sambungnya, segala tudingan tendensius ICW terhadap Pansus sejak terbentuk hingga sekarang tidak satu pun yang terbukti.
Contohnya, lanjut politikus PDI P itu, ICW sejak awal menuduh Pansus Angket KPK akan mengintervensi proses penanganan kasus e-KTP yang sedang ditangani KPK.
“Tapi faktanya, hingga saat ini Pansus Angket tidak pernah mencampuri perkara yang ditangani oleh KPK," tuturnya.
Yang ketiga, ICW tidak mengerti dan tak bisa membedakan antara saksi dan masyarakat yang datang melapor ke Pansus Angket DPR. Adapun saksi yang memberikan keterangan di Pansus Angket adalah yang terlebih dahulu diambil sumpah oleh rohaniawan, contohnya Yulianis dan Niko Panji.
Sementara, terhadap masyarakat yang datang melapor ke Pansus Angket wajib ditterima karena DPR adalah representasi wakil rakyat yang harus menerima setiap masukan dan kritikan serta laporan dan pengaduan masyarakat, keterangannya tidak di bawah sumpah. Contoh, pengaduan korban penembakan Novel Baswedan di Bengkulu yang mencari keadilan datang melapor ke Pansus Angket.
Karena laporan perkaranya tidak berkaitan dengan objek penyelidikan Pansus Angket, maka pelaporan korban penembakan Novel Baswedan diteruskan oleh kepada Komisi III DPR sebagai mitra kerja KPK. Terakhir, ICW tidak memahami tentang safe house atau rumah aman yang disediakan oleh KPK yang melampaui kewenangan yang diatur dalam UU nomor 13 tahun 2006 dengan UU nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Diketahui, seluruh ketentuan standar perlindungan saksi dan korban harus mengikuti standar yang ditetapkan oleh LPSK. Faktanya, Niko Panji direkrut oleh penyidik KPK dan ditempatkan di rumah yang kondisinya tidak layak.