Dorong MA Pecat PNS Korup

Hukum | Kamis, 28 Februari 2019 - 09:47 WIB

Dorong MA Pecat PNS Korup
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana (kiri).

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Ribuan PNS yang tersandung kasus korupsi belum mendapat sanksi tegas. Sampai akhir bulan ini, 1.466 orang masih mendapat gaji setiap bulan. Padahal, lembaga peradilan sudah menyatakan mereka bersalah. Buruknya, lima di antaranya merupakan pegawai yang berdinas di bawah naungan Mahkamah Agung (MA). Untuk itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak induk semua pengadilan di tanah air itu segera memecat lima orang tersebut.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyampaikan keterangan itu pascamengantar surat untuk Ketua MA Muhammad Hatta Ali, Rabu (27/2). ”Jadi, kami mendorong agar ketua MA bisa segera memecat lima pegawainya yang sudah menjadi terpidana kasus korupsi,” katanya tegas.

Baca Juga :Menurut Mantan Penyidik KPK Inilah Empat Kriteria Pengganti Firli Bahuri

Menurut pria yang biasa dipanggil Kurnia itu, MA harusnya malu. Sebab, mereka merupakan lembaga peradilan yang harus benar-benar bersih. Apalagi dari masalah yang berkaitan dengan korupsi.

Kurnia menyebutkan, bahwa keberadaan lima pegawai dengan status terpidana korupsi bukan kabar baik untuk MA maupun para pencari keadilan di tanah air. Sebab, kondisi itu menunjukkan MA tidak mampu menjaga integritas mereka. Lebih jauh, dia menilai MA harusnya menjadi lembaga yang tidak menoleransi terpidana kasus korupsi.

Namun demikian, sambung Kurnia, fakta berdasar data dan informasi dari BKN menunjukkan hal berbeda. ”Justru (MA) membiarkan lima pegawainya yang sudah jadi terpidana kasus korupsi masih berstatus sebagai PNS dan masih menerima gaji,” jelasnya.

Dia memang tidak bisa menyebut satu per satu identitas pegawai MA yang dimaksud. Sebab, BKN hanya memberikan angka PNS korup yang belum dipecat dan masih menerima gaji. Beberapa kali Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan kondisi itu kepada publik. Tahun lalu, pemerintah menjanjikan bahwa semua PNS korup itu bakal diberhentikan secara tidak hormat. Paling telat Desember. Namun demikian, sampai saat ini belum semua PNS korup dipecat. Masih ada ribuan yang berstatus PNS dan menerima gaji. Menurut ICW, itu menambah kerugian negara.

Sebab, uang negara yang dipakai untuk menggaji mereka tidak kecil. ”Kami nilai pemerintah lalai dan membiarkan kerugian negara terus-menerus,” ucap Kurnia.

Untuk itu, dia bersama rekan-rekannya di ICW menilai perlu dorongan serius agar pemerintah mempercepat pemecatan ribuan PNS tersebut. Latar belakang serta alasan yang disampaikan beberapa instansi terkait lambatnya pemberian sanksi dinilai konyol.

Kurnia menyampaikan, salah satu dari banyak alasan instansi-instansi pemerintah tidak lekas memberhentikan PNS korup adalah salinan atau petikan putusan belum mereka terima. Karena itu, ICW juga mendorong MA untuk mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang isinya memerintahkan seluruh pengadilan tindak pidana korupsi mengirimkan salinan atau petikan putusan kepada instansi PNS korup berasal.

Dengan begitu, mereka berharap ribuan PNS korup yang saat ini masih menerima gaji diberhentikan secara tidak hormat. ”Karena kondisi sekarang memang mengharuskan seperti itu. Jadi, kami harap MA juga tergerak,” beber Kurnia.

Menurut dia, tidak ada salahnya apabila MA memberi jalan yang lebih mudah kepada instansi-instansi terkait. Sehingga mereka tidak pasif menunggu salinan atau petikan putusan yang tidak kunjung datang.

Sebelumnya, Kurnia melanjutkan, pihaknya juga sudah bersurat kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait hal itu. Selanjutnya, mereka juga akan mendatangi Kementerian Dalam Negeri guna menyampaikan hal itu. Sebab, banyak juga PNS korup di bawah pemerintah daerah yang belum diberhentikan secara tidak hormat. ”Di tingkat provinsi paling banyak DKI,” kata dia tegas.

Berkaitan dengan hal itu, Kepala BKN Bima Haria Wibisana menuturkan, dalam waktu dekat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi akan mengeluarkan surat edaran kepada pemerintah daerah terkait hal tersebut. ”Saya nggak tahu sudah ditandatangani atau belum. Tapi, akan keluar,” ujarnya.

Bima menjelaskan, salah satu poin yang diatur dalam surat edaran itu adalah jaminan terhadap kepala daerah. Di mana mereka tidak akan dituntut atas keterlambatan mencopot PNS korup. ”Jadi, TMT (terhitung mulai tanggal) SK pemberhentiannya yang sekarang. Dan tidak perlu mengembalikan (gaji),” imbuhnya.

BKN menarget proses pencopotan ribuan PNS berstatus koruptor itu tuntas sepenuhnya pada 31 April 2019. Bagi Pemda yang tidak mengikuti arahan melalui surat edaran tersebut, tentu ada risiko sanksi. Namun detail sanksinya, kata Bima, menjadi urusan Kementerian Dalam Negeri sebagaimana diatur dalam UU Pemda.(far/syn/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook