KASUS SKL BLBI

Mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi Diperiksa KPK

Hukum | Kamis, 27 Juli 2017 - 00:28 WIB

Mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi Diperiksa KPK
Laksamana Sukardi. (JPG)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) dalam pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terus diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Karena itu, guna melengkapi berkas perkara tersangka SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung), Rabu (26/7/2017), penyidik komisi antirasuah kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Laksamana Sukardi.

Baca Juga :Menurut Mantan Penyidik KPK Inilah Empat Kriteria Pengganti Firli Bahuri

"Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung)," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi.

Laksamana sendiri memenuhi panggilan tersebut. Dia diketahui sudah masuk ke ruang pemeriksaan, usai datang sekitar pukul 09.25 WIB. Akan tetapi, dia bungkam dan memilih langsung masuk ke lobi gedung KPK.

Di samping memeriksa Laksamana, penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan Direktur PT Bhakti Investama, Wandy Wira Riyadi. Sama seperti Laksamana, Wandy juga diperiksa untuk tersangka Syafruddin Tumenggung.

Adapun pada 25 April lalu, KPK menetapkan mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Tumenggung sebagai tersangka dalam kasus pemberian SKL BLBI kepada BDNI. Dia diduga melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi sehingga diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp3,7 triliun.

Diketahui, penyelidikan kasus BLBI telah dilakukan KPK sejak 2014 lalu. Penetapan tersangka Syafruddin setelah KPK menemukan alat bukti yang cukup berdasar gelar perkara (ekspose) dan permintaan keterangan sejumlah pihak.

KPK menemukan adanya indikasi korupsi dalam pemberian SKL kepada Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali BDNI pada 2004. SKL itu terkait pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh sejumlah obligator BLBI kepada BPPN.

Kendati baru mengembalikan aset sebesar Rp1,1 triliun dari total Rp4,8 triliun, Sjamsul telah menerima SKL dari BPPN. Padahal, Sjamsul masih harus membayar Rp3,7 triliun. (put)

Sumber: JPG

Editor: Boy Riza Utama









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook