KONFLIK INTERNAL KPK

Novel: Pegawai KPK yang Baik Sengaja Disingkirkan

Hukum | Kamis, 27 Mei 2021 - 04:06 WIB

Novel: Pegawai KPK yang Baik Sengaja Disingkirkan
Penyidik senior KPK, Novel Baswedan. (JPNN)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kontroversi tentang alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparat Sipil Negara (ASN) Belum juga reda. Ada indikasi penyingkiran orang-orang yang tak disukai oleh pimpinan KPK.

Penyidik senior KPK, Novel Baswedan, menangkap indikasi itu. Dia curiga ada agenda untuk menyingkirkan pegawai antirasuah oleh pimpinan selama ini.


Hal tersebut, kata dia, terlihat dari keputusan tidak mengangkat 51 pegawai KPK sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan alasan tidak lolos tes wawasan kebangsaan. Dengan demikian, ke-51 pegawai itu hanya akan bekerja di KPK hingga 1 November 2021.

"Semakin jelas terlihat bahwa ada agenda dari oknum pimpinan KPK untuk menyingkirkan pegawai KPK yang bekerja baik," ucap Novel di Jakarta, Selasa (25/5/2021).

Menurutnya, rencana untuk menyingkirkan pegawai KPK mulai terendus dengan diselenggarakannya Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Novel beranggapan, langkah tersebut tak terbendung meskipun bertentangan dengan norma hukum dan arahan Presiden Joko Widodo agar TWK tak menjadi dasar memberhentikan pegawai KPK.

"Pengumuman Pimpinan KPK yang disampaikan oleh AM (Alexander Marwata, red), menggambarkan sikap oknum pimpinan KPK yang akan memaksakan agar terjadi pemecatan terhadap 75 pegawai KPK, baik langsung maupun tidak langsung," kata Novel lagi.

Novel menyatakan akan terus berjuang melawan hal tersebut. Kata dia, upaya itu merupakan bagian dari perjuangan memberantas korupsi sehingga harus dilakukan hingga akhir.

"Bila  tidak berhasil pun maka kami akan dengan tegak mengatakan bahwa kami telah berupaya dengan sungguh-sungguh, hingga batas akhir yang bisa diperjuangkan," katanya.

Terpisah, Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, menilai bahwa TWK sendiri tak memiliki dasar hukum untuk memecat pegawai KPK.

Belum lagi, kata dia, selama ini penyelenggaraan tes tersebut tidak terbuka kepada publik, sehingga indikator-indikator pemenuhan syaratnya menjadi tak jelas.

"Kenapa tidak memenuhi syarat dan kemudian kenapa merah sekali sehingga tidak bisa dibina? Tidak ada yangtahu apa hasil sebenarnya," ucap Bivitri.

Menurutnya, penting untukmenjelaskan penilaian TWK. Terlebih lagi, pimpinan KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) telah terlanjur melabeli 51 orang pegawai KPK yang tak lolos TWK dengan nilai "merah" dan tidak bisa dibina lagi.

"Melihat rekam jejak mereka, rasa-rasanya nggak percaya mereka sampai separah 'tidak bisa dibina lagi'. Tapi kalaupun ternyata kita yang salah menilai orang, buka dulu hasilnya, apa justifikasinya dan bagaimana proses penilaian itu dilakukan," kata dia.

Dia khawatir, TWK akan menjadi modus baru bagi lembaga-lembaga negara untuk memecat pegawai terbaiknya.

Sumber: JPNN/News/CNN/Berbagai Sumber
Eiditor: Hary B Koriun
 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook