JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Saat penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencarinya pada 15 November 2017, terdakwa korupsi proyek e-KTP Setya Novanto mengaku berada di sebuah hotel di kawasan Sentul, Bogor, Jawa Barat.
Novanto kala itu mendapat surat panggilan untuk diperiksa penyidik KPK. Kepada majelis hakim, mantan Ketua DPR itu mengatakan pergi ke daerah Cibulan, Bogor dari rumahnya di daerah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, sekitar pukul 19.30 WIB.
Akan tetapi, di tengah perjalanannya, Novanto mendapat kabar melalui ajudannya, Reza Pahlevi, bahwa dirinya akan diciduk oleh penyidik KPK.
"Dalam perjalanan itu, kami diberi tahu bahwa di rumah itu ada beberapa polisi," ujarnya saat bersaksi untuk terdakwa Bimanesh Sutarjo dalam perkara merintangi penyidikan kasus korupsi e-KTP, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (27/4).
Karena kabar yang menyebut penyidik akan datang ke rumahnya, Novanto memerintahkan Reza untuk mencari tempat beristirahat sembari memantau perkembangan yang terjadi.
"Saya minta (jalan) terus saja. Cari tempat yang ada Tv-nya, kami dengarkan apa sih masalahnya," tuturnya.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu lantas memutuskan bermalam di sebuah hotel bersama ajudannya. Selain Reza, dia juga ditemani oleh Aziz Samual, politikus Partai Golkar.
Di hotel itu, Novanto melihat perkembangan aktivitas penyidik KPK di rumahnya. Diakuinya, dirinya melihat berita besar malam itu dari televisi.
"Ya, saya lihat besar sekali (beritanya), rumah Ketua DPR sedang digeledah. Dicari. Ketua DPR nggak ada," sebutnya.
Novanto sendiri kala itu berstatus sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP. Keesokan paginya, 16 November 2017, dia langsung menelepon kuasa hukumnya saat itu Fredrich Yunadi selepas bangun tidur.
Diakuinya, dirinya menanyakan kondisi keluarganya kepada Fredrich. Saat itu, Fredrich turut menginformasikan bahwa ada surat penahanan dari penyidik KPK.