JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Setya Novanto (Setnov) mencatat sejarah. Dia menjadi mantan ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pertama yang divonis bersalah melakukan korupsi di pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor). Itu setelah majelis hakim pengadilan tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (24/4) memvonis Setnov bersalah dalam perkara rasuah proyek KTP-el tahun anggaran 2011-2012.
Pada 2002 silam, Akbar Tandjung selaku ketua DPR juga pernah divonis bersalah dan dihukum empat tahun penjara atas kasus dana nonbujeter Bulog Rp40 miliar. Namun, dua tahun kemudian, tepatnya pada 2 Februari 2004, majelis hakim kasasi menganulir putusan tersebut. Akbar akhirnya dinyatakan bebas.
Dalam kasus KTP-el, majelis hakim yang diketuai Yanto menjatuhkan hukuman penjara 15 tahun dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. Serta membayar uang pengganti 7,3 juta dolar AS atau sekitar Rp101 miliar dikurangi Rp5 miliar (uang yang dikembalikan ke KPK) yang harus dibayarkan satu bulan setelah putusan tersebut berkekuatan hukum tetap (inkracht). Apabila uang pengganti itu tidak dibayar, aset Setnov akan disita dan dilelang oleh negara sebagai gantinya.
”Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka terdakwa (Setnov) dipidana penjara selama dua tahun,” ujar Yanto dalam amar putusan yang dibacakan di persidangan.
Bukan hanya itu, mantan ketua umum Partai Golkar itu juga divonis pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk menduduki jabatan publik selama lima tahun. ”Terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa pemidanaan,” imbuh Yanto.
Hal meringankan menurut hakim lantaran Setnov berlaku sopan selama di persidangan. Vonis penjara Setnov kemarin lebih ringan satu tahun dibanding tuntutan jaksa sebelumnya. Begitu pula dengan pidana denda yang separuh lebih sedikit. Sebelumnya, jaksa menuntut Setnov pidana penjara 16 tahun dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Mendengar putusan itu, Setnov mengaku shock. Dia menyebut pertimbangan hakim tidak sesuai dengan fakta persidangan. Meski demikian, suami Deisti Astriani Tagor itu tetap menghormati putusan hakim. Dia masih akan berkonsultasi dengan pihak keluarga sebelum memutuskan banding atau menerima putusan tersebut. ”Saya lagi minta waktu untuk pelajari dan konsultasi dengan keluarga,” tuturnya usai sidang.
Meski divonis bersalah, Setnov tetap mengaku tidak tahu soal penerimaan uang 7,3 juta dolar AS yang disebut sebagai kerugian negara. Hal itulah yang membuat bapak dua anak itu kaget ketika mendengar putusan hakim.
”Dari awal tidak pernah mengikuti dan tidak mengetahui (uang 7,3 juta dolar AS), dan tentu inilah yang saya kaget,” papar politikus kelahiran Bandung itu.