KASUS KORUPSI PENERBITAN SKL

Syafruddin Lepas Tanggung Jawab soal Pelunasan Utang BLBI, Ini Alasannya

Hukum | Senin, 21 Mei 2018 - 19:20 WIB

Syafruddin Lepas Tanggung Jawab soal Pelunasan Utang BLBI, Ini Alasannya
Syafruddin Arsyad Temenggung dam Yusril Ihza Mahendra. (JPG)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Terkait pelunasan utang BLBI melalui pelunasan di luar pengadilan, terdakwa kasus dugaan korupsi dalam penerbitan SKL BLBI, Syafruddin Arsyad Tumenggung (SAT) menyatakan, lepas tanggung jawab.

Adapun itu mengenai persetujuan pelunasan utang dengan cara menandatangani perjanjian Master Settlement and Acquisition and Agreement (MSAA) yang merupakan penandatanganan dokumen Release and Discharge antara Badan Penyehatan Perbankan Negara(BPPN), Menteri Keuangan RI, dan Sjamsul Nursalim selaku obligor BLBI, yang terjadi pada 25 Mei 1999 lalu.

Baca Juga :Menurut Mantan Penyidik KPK Inilah Empat Kriteria Pengganti Firli Bahuri

Tim kuasa hukum Syafruddin dalam hal itu mengatakan kliennya saat itu belum menjabat sebagai Kepala BPPN sehingga penandatanganan MSAA berlangsung bukan atas campur tangan Syafruddin.

"Terdakwa baru menjabat sebagai Ketua BPPN sejak tanggal 22 April 2002 sehingga pada saat Terdakwa menjabat sebagai Ketua BPPN, MSAA sudah tidak bisa dilakukan perubahan kembali," kata tim penasehat hukum Syafruddin Arsyad, Yusril Ihza Mahendra di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (21/5/2018).

Menurutnya, MSAA tetap harus dilaksanakan karena Tap MPR menugaskan Presiden untuk melaksanakan MSAA secara konsisten, dalam arti melaksanakan MSAA sebagai suatu perjanjian perdata dimana Pemerintah dan Sjamsul Nursalim berada dalam kedudukan setara.

Kubu Syafruddin dalam hal itu juga berpendapat bahwa permasalahan BLBI berawal saat pemberian bantuan kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) sehingga surat dakwaan milik terdakwa semestinya diarahkan kepada BDNI, bukan kepada Sjamsul Nursalim atau Syafruddin selaku individu.

Akibatnya, dakwaan pun dinyatakan salah sasaran atau "error in persona".

"Penuntut Umum hanya memaksakan dalil berdasarkan dokumen-dokumen untuk merekonstruksikan Surat Dakwaan Penuntut Umum. Seharusnya yang dicari adalah kebenaran hakiki dengan mengupas dokumen-dokumen sesuai faktanya," tutupnya.(rdw)

Sumber: JPG

Editor: Boy Riza Utama









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook