Lukman Masih Bungkam soal Temuan Uang

Hukum | Kamis, 21 Maret 2019 - 09:26 WIB

Lukman Masih Bungkam soal Temuan Uang
Menteri Agama (Menag), Lukman Hakim Saifuddin.

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Temuan uang Rp600 juta lebih dalam bentuk dolar AS dan rupiah di laci ruang kerja Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin masih menjadi bola liar. Saat dikonfirmasi terkait uang itu, Lukman masih bungkam. Dia berkilah harus mengklarifikasi dahulu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Politisi PPP itu menegaskan, dia tidak akan menceritakan urusan yang terkait dengan pokok perkara, sebelum mengklarifikasi ke KPK. Lukman beralasan dirinya harus menghormati lembaga hukum. Termasuk urusan uang Rp180 juta dan 80 ribu dolar AS itu, menurutnya harus dia klarifikasi dahulu ke KPK sebelum disampaikan ke publik.

Baca Juga :Menurut Mantan Penyidik KPK Inilah Empat Kriteria Pengganti Firli Bahuri

’’Saya harus menghormati institusi KPK. Jadi secara etis tidak pada tempatnya saya sampaikan hal yang saya belum sampaikan kepada KPK,’’ katanya di Jakarta, Rabu (20/3).

Komentar tersebut sama persis ketika dia hadir di kantor Kemenag untuk melihat ruang kerjanya setelah digeledah KPK. Saat itu Lukman lagi-lagi harus memberikan penjelasan terlebih dahulu ke KPK. Jawaban yang sama juga dia lontarkan ketika ditanya apakah benar nama Haris Hasanuddin yang tiba-tiba menyodok di daftar tiga besar kandidat Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur. Sampai akhirnya Haris dilantik jadi Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur pada 5 Maret. Dan kemudian dia ditangkap tangan KPK pada 10 Maret di Surabaya akibat kasus jual beli jabatan.

Lalu darimana sumber uang ratusan juta yang misterius itu? Sumber Jawa Pos (JPG) di internal KPK mengatakan, memang tidak wajar seorang menteri menyimpan uang tunai pribadi sebanyak itu di laci meja kerja. Pun, diduga kuat uang tersebut bukan dana operasional menteri (DOM).

”Kalau perjalanan dinas, menteri nggak mungkin bawa uang sendiri, karena nggak bakal pergi sendirian,” ujar sumber itu.

Pegawai KPK yang bertugas di bidang penindakan itu pun mencurigai bahwa uang tunai senilai Rp180 juta dan 30 ribu dolar AS (sekitar Rp427,110 juta) itu berasal dari sumber yang tidak “jelas”.

”Kalau uang halal, pastinya disimpan di rumah,” terangnya.

Atas kecurigaan itu, Menag sudah pasti akan diperiksa untuk menjelaskan uang tersebut. KPK secara resmi masih belum menentukan kapan akan mengklarifikasi Lukman terkait dengan uang ratusan juta itu. Hingga kemarin, tim KPK masih terus melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi. Di antaranya di kantor Kemenag Gresik. Dari lokasi tersebut, tim penyidik mengamankan dokumen-dokumen terkait kepegawaian dan pengisian jabatan di Kemenag Gresik.

Selain di kantor Kemenag Gresik, KPK juga menyambangi rumah tersangka M Muafaq Wirahadi. Tim satuan tugas (satgas) yang digawangi penyidik senior KPK itu sempat bertemu dengan keluarga Muafaq. Dari pertemuan itu didapati sejumlah informasi yang berkaitan dengan latar belakang Muafaq sebagai kepala kantor Kemenag Gresik.

”Kami juga menerima informasi bahwa ada beberapa pihak yang kami indikasikan adalah KPK gadungan yang datang ke rumah (Muafaq, red) dan meminta uang,” jelas Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

Terkait dengan perkembangan perkara suap jual beli jabatan, KPK belum melangkah lebih jauh. Saat ini, komisi antirasuah itu masih fokus pada pencarian alat bukti untuk menguatkan penyidikan tiga tersangka. Yakni, Romahurmuziy, Muafaq dan Haris Hasanuddin. ”Untuk proses penyidikan saat ini KPK fokus pada perkara tiga tersangka itu,” ungkap Febri.

Namun, KPK tetap membuka peluang mengembangkan perkara yang berkaitan dengan indikasi pidana korupsi lain seperti yang diungkapkan masyarakat sejauh ini. Febri pun menyarankan masyarakat untuk menyampaikan semua informasi yang berkaitan dengan praktik jual beli jabatan di lingkungan kemenag.

”Silakan sampaikan informasi pada KPK,” pinta Febri.

Selain temuan uang ratusan juga di laci menag, praktik jual beli jabatan di Kemenag ikut menjadi liar. Pemicunya ketika mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menuturkan adanya kejanggalan dalam pemilihan rektor UIN Syarif Hidayatullah periode 2019-2023. Tudingan ada kejanggalan itu berawal dari tidak dilantiknya Andi M Faisal Bakti. Padahal menurut Mahfud, Andi berhasil memenangi pilrek UIN Syarif Hidayatullah. Dirjen Pendidikan Islam Kemenag Kamaruddin Amin mengatakan tudingan dari Mahfud itu masih berupa asumsi. ’’Harus dibuktikan,’’ katanya.

Dia menuturkan jika memang ada indikasi praktik jual beli jabatan dalam pilrek UIN Syarif Hidayatullah, dilaporkan saja ke KPK. Meskipun begitu sepengetahuan Kamaruddin tidak ada praktik jual beli jabatan dalam gelaran pilrek.

’’Masa sih ada calon rektor harus bayar. Saya tidak percaya sebelum ada bukti,’’ kata dia.

Kamaruddin lantas menjelaskan soal mekanisme pilrek di perguruan tinggi di bawah Kemenag. Regulasi pilrek tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) 68/2015. Secara ringkas mekanismenya adalah, senat menjaring sejumlah kandidat calon rektor. Kemudian hasil itu disetorkan ke Kemenag untuk kembali diseleksi oleh komisi seleksi.  ’’Pengalaman yang sudah-sudah, komisi seleksi ini tidak pernah bisa diintervensi oleh siapapun,’’ tuturnya.

Tim tersebut bekerja secara objektif. Tim seleksi terdiri dari para guru besar senior yang punya pengalaman di dunia pengelolaan perguruan tinggi.(wan/tyo/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook