Sidang PLTU Riau 1, Eni Minta Belas Kasihan Hakim

Hukum | Rabu, 20 Februari 2019 - 10:39 WIB

Sidang PLTU Riau 1, Eni Minta Belas Kasihan Hakim
Eni Maulani Saragih.

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Dengan menangis tersedu-sedu, mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih berharap mendapat hukuman seringan-ringannya atas perkara korupsi yang dihadapi. Pada sidang pembacaan nota pembelaan (pledoi) di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin (19/2), Khadziq itu berkali-kali mengiba agar hakim mengabulkan permohonannya.

Eni yang dalam sidang mengenakan jilbab warna cokelat muda kekuning-kuningan itu membeberkan alasan ingin mendapat keringanan. Pertama, saat ini Eni punya tanggungan dua anak yang masih di bawah umur ; anak pertama kelas satu sekolah menengah atas (SMA) dan anak kedua kelas empat sekolah dasar (SD).

Baca Juga :Menurut Mantan Penyidik KPK Inilah Empat Kriteria Pengganti Firli Bahuri

”Mereka masih sangat memerlukan perhatian, bimbingan, pengawasan, dan pendampingan dari saya,” kata Eni yang menjadi terdakwa penerima suap proyek PLTU Riau 1 dan gratifikasi itu. ”Saya pun sebagai seorang istri juga dituntut untuk mendampingi dan melayani suami,” imbuh politikus Partai Golkar itu.

Eni menyebutkan, bahwa dirinya layak mendapat keringanan. Sebab, dalam perkara suap PLTU Riau 1, Eni mengaku bukan pelaku utama. Dirinya hanya petugas partai yang diperintahkan oleh Ketua Umum Golkar kala itu Setya Novanto (Setnov) untuk mengawal proyek bernilai 900 juta dolar AS atau sekitar Rp12,8 triliun tersebut. ”Saya telah mengakui semua kesalahan saya dan bahkan telah mengembalikan uang sejumlah Rp5,3 miliar ke kas KPK untuk disetor ke negara,” terangnya.

Dalam tuntutan jaksa sebelumnya, Eni disebutkan menerima suap Rp4,75 miliar dari bos Blackgold Natural Resources Johannes B Kotjo dan gratifikasi Rp5,6 miliar serta 40 ribu dolar Singapura. Atas perbuatan itu, jaksa penuntut umum (JPU) KPK menuntut menjatuhkan hukuman delapan tahun penjara kepada Eni. Serta, hukuman tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp10,35 miliar dan 40 ribu dolar Singapura dikurangi uang Rp500 juta yang dikembalikan Eni saat proses penyidikan bergulir. Jaksa juga menuntut hak politik Eni dicabut selama 5 tahun.

Terpisah, jaksa KPK kemarin juga menghadirkan para saksi di persidangan mantan Menteri Sosial (Mensos) Idrus Marham. Yaitu, mantan Ketua DPR Setya Novanto dan Kotjo. Keduanya diperiksa secara bersamaan di hadapan majelis hakim yang diketuai Yanto tersebut. Sidang yang dimulai pukul 15.40 itu membahas seputar pertemuan-pertemuan para saksi dengan terdakwa.

Kotjo yang telah divonis bersalah dalam kasus yang sama, kembali menjelaskan bahwa dirinya getol meminta proyek pembangkit listrik mulut tambang. Dia pun mengakui bahwa dirinya memang meminta bantuan Setnov agar dipertemukan dengan Direktur Utama (Dirut) PLN Sofyan Basir. Pertemuan yang diinginkan pun beberapa kali dilakukan. ”Saya minta ketemu Sofyan Basir dan diterima,” ungkap pria yang masuk daftar orang terkaya di Indonesia tersebut.

Pertemuan itu salah satunya dilakukan di kantor Sofyan Basir. Saat itu, Kotjo mengaku datang bersama calon investor dari China Huadian Engineering yang punya kapasitas membangun pembangkit listrik dengan biaya murah.

Namun, Kotjo mengaku dalam pertemuan-pertemuan dengan Sofyan Basir dan Setnov itu tidak pernah membicarakan masalah fee. Pembicaraan soal fee commitment hanya disampaikan pada Eni. Itu pun, dia mengaku fee yang dimaksud adalah fee dari China Huadian sebesar 2,5 persen bila proyek pembangkit listrik selesai digarap. ”Saya kan kerja, jadi dapat fee (dari investor, red),” ujarnya.

Sementara itu, Setnov mengakui bahwa Kotjo memang datang ke kantornya di DPR dan minta untuk ketemu Sofyan Basir. Permintaan itu lantaran Kotjo ingin menyampaikan beberapa hal teknis soal pembangunan pembangkit listrik yang sedang digenjot pemerintah.(tyo/git/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook