Arsyad menilai, seharusnya lembaga antirasuah meletakkan perkara ini pada fakta yang sebenarnya. Namun, dia enggan membeberkan perihal pihak siapa yang dimaksud.
"Kami menyerahkan tahun 2004 kepada Menkeu pada waktu itu, BPPN bubar. Setelah itu pada 2007, aset ini dikelola oleh PT PPA, dan 2007 dijual oleh PT PPA dan Menkeu pada saat itu, dan karena itu kami menyatakan itu adalah eror in persona. Saya tidak melakukan penjualan apa pun juga," tuntasnya.
KPK sebelumnya menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsjad Temenggung sebagai tersangka. Bukan itu saja, penyidik juga akhirnya menahan Syafruddin di Rutan KPK pada 21 Desember 2017.
Syafruddin dalam kasus itu diduga kuat telah melakukan kongkalikong dalam penerbitan SKL BLBI untuk pemegang saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) hingga mengakibatkan kerugian negara sekira Rp4,58 triliun.
Akibat perbuatannya, Syafruddin Temenggung disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (ipp)
Sumber: JPG
Editor: Boy Riza Utama