JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Karen Agustiawan sebagai tersangka, kasus dugaan korupsi pengadaan Liquefed Natural Gas (LNG) pada PT Pertamina tahun 2011-2021. Karen membantah kebijakan yang dibuatnya terkait pengadaan LNG di PT Pertamina, tak diketahui pemerintah pusat.
"Pemerintah tahu. Itu perintah jabatan, dan saya melaksanakan sudah sesuai dengan perintah melaksanakan sebagai pelaksana anggaran dasar," kata Karen di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (19/9/2023).
Karen mengklaim, pengadaan LNG di PT Pertamina sudah berdasarkan hasil pertimbangan dan melibatkan konsultan. Bahkan, saat itu seluruh direksi PT Pertamina menyetujui pengadaan LNG.
"Jadi sudah ada tiga, jadi itu sudah konsultan, melakukan pendalaman, dan disetujui oleh seluruh direksi secara kolektif kolegial, secara sah. Karena ingin melanjutkan apa yang tertuang di dalam proyek strategis nasional," ucap Karen.
Karen lantas menyeret nama Dahlan Iskan yang merupakan Menteri BUMN saat itu. Ia menyebut, Dahlan merupakan penanggung jawab dari pengadaan LNG di PT Pertamina.
"Pak Dahlan tahu, karena Pak Dahlan penanggung jawab di dalam Inpres Nomor 14 Tahun 2010," ujar Karen.
KPK sebelumnya resmi menetapkan mantan Direktur Utama PT Pertamina Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan sebagai tersangka, kasus dugaan korupsi pengadaan Liquefed Natural Gas (LNG) pada PT Pertamina tahun 2011-2021. KPK akan langsung menahan Karen Agustiawan untuk 20 hari ke depan.
"Menjadi komitmen KPK untuk menindaklanjuti laporan masyarakat terkait dugaan adanya tindak pidana yang menjadi wewenang KPK, atas informasi dan data yang terverifikasi selanjutnya dilakukan penyelidikan sebagai upaya menemukan dugaan terjadinya peristiwa pidana korupsi. Kemudian diperkuat lagi dengan bukti permulaan yang cukup sehingga naik pada tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka," ungkap Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (19/9).
Firli menjelaskan, peristiwa dugaan korupsi itu terjadi pada 2012, saat PT Pertamina memiliki rencana untuk mengadakan LNG sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia. Berdasarkan proses penyidikan, perkiraan defisit gas akan terjadi pada kurun waktu 2009-2040 sehingga diperlukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN, Industri Pupuk dan Industri Petrokimia lainnya di Indonesia.
"Karen Agustiawan yang diangkat sebagai Direktur Utama PT Pertamina periode 2009-2014 kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerjasama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC yang berlokasi di Amerika Serikat," ucap Firli.
Saat pengambilan kebijakan dan keputusan tersebut, Karen secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina. Selain itu, pelaporan untuk menjadi bahasan pada lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam hal ini Pemerintah tidak dilakukan, sehingga tindakannya tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari Pemerintah saat itu.
Dalam perjalanannya, seluruh kargo LNG milik PT Pertamina Persero yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap oleh pasar domestik yang berakibat kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia.
"Atas kondisi oversupply tersebut, berdampak nyata harus dijual dengan kondisi merugi di pasar internasional oleh PT Pertamina," ujar Firli.
Oleh karena itu, KPK meyakini perbuatan Karen bertentangan dengan Akta Pernyataan Keputusan RUPS tanggal 1 Agustus 2012 tentang Anggaran Dasar PT Pertamina. Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 tanggal 3 September 2008. Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-01/MBU/2011 tanggal 1 Agustus 2011. Permeneg BUMN Nomor PER 03/MBU/08/2017 tentang Pedoman Kerjasama BUMN.
KPK menyebut, perbuatan Karen Agustiawan dari kasus dugaan korupsi di PT Pertamina merugikan keuangan negara sebesar USD 140 juta atau sekurang-kurangnya senilai Rp2,1 triliun.
Karen Agustiawan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman