JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah melalui Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) berkirim surat pada Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam suratnya, Muhammdiyah meminta Jokowi membatalkan asesmen TWK KPK dan mengambil-alih TWK KPK.
Surat resmi yang tunjukkan kepada Presiden Joko Widodo bernomor 22/I.11/A/2021 tertanggal 16 Agustus 2021 yang ditandatangani oleh Ketua Majelis Hukum dan HAM Trisno Raharjo dan Sekretaris Rahmat Muhajir Nugroho.
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM dan Kebijakan Publik, Busyro Muqoddas, turut menandatangani surat ini. Dokumen tersebut didapatkan dari Anggota Majelis Hukum dan HAM Gufroni. Trisno Raharjo juga membenarkan surat ini.
Dalam surat dinyatakan asesmen TWK KPK harus dibatalkan dan diambil-alih Jokowi lantaran ada rekomendasi Ombudsman RI dan laporan Komnas HAM yang menyatakan adanya dugaan maladministrasi dan pelanggaran HAM dalam proses seleksi TWK bagi pegawai KPK.
"Mengingat Presiden Republik Indonesia merupakan Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan serta pejabat Pembina Kepegawaian Tertinggi, maka dengan bijaksana untuk mengambil alih proses alih status pegawai KPK serta MEMBATALKAN hasil asesmen TWK," demikian bunyi surat tersebut.
Muhammadiyah juga meminta agar Jokowi mengangkat 75 orang Pegawai KPK yang gagal dalam hasil asesmen TWK menjadi ASN. Salah satunya adalah penyidik senior yang sukses mengangani banyak kasus besar, Novel Baswedan.
Tak hanya itu, ia juga meminta agar Jokowi memulihkan nama baik 75 pegawai KPK yang dinyatakan tak lolos TWK. Terlebih, mereka telah di stigma dengan pelabelan identitas tertentu.
"Sekaligus ini merupakan bentuk komitmen Presiden terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia," bunyi surat itu.
Dalam surat tertulis, hasil TWK KPK telah bertentangan dengan perintah UU Nomor 19 tahun 2019 dan PP Nomor 41 Tahun 2020. TWK KPK juga dinilai mengabaikan arahan Jokowi sebagai Presiden yang disampaikan secara terbuka di hadapan publik.
Melihat hal itu, Muhammadiyah berharap Jokowi mengevaluasi pimpinan kementerian/lembaga yang terlibat dalam seluruh tahapan asesmen TWK pegawai KPK tersebut.
"Dikarenakan mengabaikan prinsip-prinsip tidak memenuhi azas keadilan profesionalitas, transparansi, akuntabilitas, serta yang demikian pendapat sesuai dengan standar HAM."
Sebelumnya, Komnas HAM melaporkan terdapat dugaan pelanggaran hak asasi manusia selama proses TWK sebagai alih proses pegawai KPK menjadi ASN.
Sementara itu, Ombudsman RI juga menemukan adanya penyalahgunaan wewenang, pelanggaran administrasi, dan pelanggaran prosedur dalam penyusunan kebijakan dan pelaksanaan TWK KPK.
Sementara itu Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan agar tidak semua persoalan disandarkan kepada presiden.
"Jangan semua persoalan itu lari ke presiden. Ngapain yang di bawah?" kata Moeldoko kepada awak media, Rabu (18/8).
Moeldoko mengatakan, dalam pemerintahan terdapat struktur yang berisi pejabat berikut deskripsi kerjanya.
Persoalan kepegawaian, kata Moeldoko, terdapat lembaga yang mengatur. Selain itu, Badan Kepegawaian Negara (BKN) juga memiliki standar dalam menentukan persoalan TWK tersebut.
"Semaksimal mungkin presiden tidak terlibat di dalamnya (persoalan TWK KPK)," ujar Moeldoko.
Sumber: JPNN/News/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun