KASUS SKL BLBI

Sidang Syafruddin Temenggung, Begini Kesaksian Mantan Wapres Boediono

Hukum | Kamis, 19 Juli 2018 - 18:45 WIB

Sidang Syafruddin Temenggung, Begini Kesaksian Mantan Wapres Boediono
Wakil Presiden ke-11 RI Boediono. (JPG)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Persidangan terhadap Syafruddin Arsyad Temenggung dalam perkara rasuah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (19/7/2018).

Dalam sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK) menghadirkan Wakil Presiden ke-11 RI Boediono. Ketika bersaksi, Boediono membeberkan rapat terbatas di Istana Negara pada 11 Februari 2004 untuk membahas kredit macet petambak yang dibebankan kepada PT Dipasena Citra Darmaja dan PT Wachyuni Mandiri sebesar Rp4,8 triliun.
Baca Juga :Menurut Mantan Penyidik KPK Inilah Empat Kriteria Pengganti Firli Bahuri

"Pada waktu itu memang disampaikan mengenai mengurangi beban pada petambak karena memang ini fokusnya. Pengurangan beban ini saya kira baik," ucapnya di kursi saksi.

Menurutnya, kehadirannya dalam rapat di Istana Negara pada 11 Februari 2004 itu dalam kapasitasnya sebagai menteri keuangan sekaligus anggota Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK).

Kata dia lagi, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang kala itu dipimpin Syafruddin meminta kredit macet petambak direstrukturasi. Adapun usulan BPPN kala itu adalah menjadikan utang maksimum per petambak menjadi Rp100 juta.

Dengan begitu, kredit macet utang petani tambak tidak lagi Rp4,8 triliun, tetapi menjadi Rp1,1 triliun.

"Saya kira memang begitu, kalau seingat saya memang ada usulan write off (penghapusan, red) angkanya," jelasnya.

Meski begitu, dia sudah tidak mengingat lagi kesimpulan rapat terbatas itu. Pasalnya, kejadiannya sudah 14 tahun lalu.

"Saya tidak ingat ada kesimpulan-kesimpulan yang dibacakan," tuturnya.

Sementara itu, Syafruddin saat menanggapi kesaksian Boediono di persidangan menyatakan, usulan write off untuk utang petani tambak sudah bergulir sejak Rizal Ramli menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keungan dan Industri (Menko Ekuin).

"Ini hapus buku untuk tambak bukan ke siapa-siapa udah ambil perusahaan inti (PT DCD dan PT WM, red), jadi write off utang petambak dihapus buku, tapi bukan hapus tagih, hapus tagih hanya ke petambak," paparnya.

JPU KPK sebelumnya mendakwa Syafruddin selaku kepala BPPN melakukan korupsi dalam penerbitan surat keterangan lunas (SKL) BLBI untuk Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).

Adapun penerbitan SKL untuk bank milik Sjamsul Nursalim itu membuat negara merugi hingga Rp4,5 triliun.(rdw)

Sumber: JPNN

Editor: Boy Riza Utama









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook