Lasmi Indaryani harus berjuang mengatasi trauma di saat dia juga mesti menjalani peran sebagai ibu, mahasiswa, pengusaha, dan politikus. Masih menangani sepakbola putri karena pasti kangen nonton pertandingan ataupun latihan.
Laporan FARID S MAULANA, Jakarta
BULU kuduk merinding. Disusul berbagai pikiran menakutkan yang serentak menghampiri. “Kalau sudah begitu, yang bisa saya lakukan adalah memeluk keempat anak saya,” kata Lasmi Indaryani kepada JPG, Rabu pekan lalu (8/5).
Begitulah kini Lasmi menjalani hari-harinya setelah menjadi whistle-blower alias peniup peluit kasus pengaturan skor di sepakbola. Kegiatan sehari-harinya sebagai ibu, mahasiswa, pengusaha, dan politikus harus berimpitan dengan trauma yang masih kerap menghantui.
Mantan manajer Persibara Banjarnegara itu memang masih harus berkaitan dengan skandal yang turut dibongkarnya tersebut. Sehari setelah berbincang dengan JPG, misalnya, dia menjadi saksi kasus itu di Pengadilan Negeri Banjarnegara.
Nama Lasmi awalnya mencuat setelah tampil di salah satu program bincang televisi. Yang membahas praktik pengaturan skor. Dia memaparkan seluruh praktik busuk yang dialaminya ketika menjadi manajer Persibara Banjarnegara pada Liga 3 musim 2018.
Paparannya itu semakin membuka mata semua pihak tentang “kanker” yang turut menggerogoti sepakbola Indonesia tersebut. Desakan agar pemerintah turun tangan pun kian besar.
Puncaknya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian akhirnya memutuskan untuk membentuk Satgas Antimafia Bola. Sebuah satuan yang khusus diterjunkan untuk menangkap para pelaku praktik pengaturan skor.