JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Kasus dugaan korupsi yang turut menjerat anggota DPR sekaligus Ketua Umum (Ketum) PPP Muhammad Romahurmuziy bukan melulu soal dugaan suap untuk memuluskan jual beli jabatan. Praktik dagang pengaruh juga disorot. Bagaimana tidak? Pria yang biasa dipanggil Romy itu bisa mengatur pejabat Kementerian Agama (Kemenag), padahal dia merupakan orang luar.
Di DPR pun, dia berada dalam komisi yang tidak bersinggungan dengan Kemenag.
Pakar hukum pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad pun turut mempertanyakan hal itu. Menurut dia, lelang jabatan terbuka seharusnya bisa menutup celah tindak curang dalam proses pengisian jabatan di instansi pemerintah. Namun, kasus yang melibatkan Romy menunjukkan bahwa sistem tersebut masih bisa diintervensi dari luar.
”Menyedihkan, lelang terbuka hanya formalitas,” ungkap dia kepada Jawa Pos (JPG), Ahad (17/3).
Suparji termasuk yang sepakat apabila perdagangan pengaruh diatur dalam pasal khusus.
”Demi kepastian hukum pasal tersebut seharusnya dirumuskan dalam suatu undang-undang,” terang dia.
Ada banyak dimensi terkait dengan perdagangan pengaruh. Untuk itu, perlu kepastian hukum agar tidak menjadi multitafsir. Dalam kasus dugaan korupsi pengisian jabatan di Kemenag, Romy dijerat dengan pasal suap.
Yakni pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Suparji mengakui, pasal suap memang sudah cukup dan tepat dipakai oleh KPK. Namun, karena Romy merupakan orang yang berada di luar struktur Kemenag, dia seharusnya tidak bisa mengatur jabatan. Faktanya, KPK menduga Romy turut serta mengatur pengisian jabatan di instansi tersebut.
”Pada satu sisi ada bukti petunjuk tentang pemanfaatan pengaruh tersebut dan sisi lain tidak ada korelasi langsung dengan jabatan yang diduduki (Romy) dengan mutasi,” jelasnya.
Karena itu, aturan khusus soal perdagangan pengaruh dinilai penting untuk dibuat. Bila perlu masuk dalam undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi. Saat menjelaskan duduk perkara kasus yang juga melibatkan Kepala Kanwil Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Kepala Kantor Kemenag Gersik Muhammad Muafaq Wirahadi, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif juga sempat menyinggung soal perdagangan pengaruh. Dia menyampaikan, seharusnya itu sudah diatur dalam undang-undang.
”Penting untuk dimasukkan,” ungkap pria yang biasa dipanggil Laode itu.
Menurut pejabat kelahiran 1965 itu, perdagangan pengaruh sudah ada dalam United Nations Convention against Corruption atau UNCAC. Lantaran Indonesia termasuk yang sudah meratifikasi UNCAC, lanjut Laode, pemerintah bersama DPR perlu menyesuaikan diri dengan UNCAC. Apalagi mengingat praktik perdagangan pengaruh yang kian marak terjadi di dalam negeri. Dalam beberapa kasus yang sudah ditangani KPK, khususnya yang melibatkan orang-orang politik, kerap terjadi perdagangan pengaruh.
”Makanya dalam (wacana) revisi undang-undang tipikor, didorong oleh KPK soal perdagangan pengaruh,” ungkap Direktur Indonesia Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar. (syn/jpg)