2.338 Dosen Tolak Revisi UU KPK

Hukum | Senin, 16 September 2019 - 15:39 WIB

2.338 Dosen Tolak Revisi UU KPK
ILUSTRASI

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Gelombang penolakan terhadap revisi UU KPK semakin besar. Berbagai kalangan silih berganti meminta pembahasan revisi tersebut dihentikan. Aksi-aksi massa pun diperkirakan bakal semakin masif.

Di Jogjakarta, desakan penghentian pembahasan revisi UU KPK disuarakan para guru besar, dosen, serta mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) kemarin (15/9). Jawa Pos Radar Jogja melaporkan, mereka sepakat menganggap revisi tersebut berpotensi meruntuhkan sendi-sendi demokrasi, melanggar amanah reformasi, serta mengabaikan amanat konstitusi.


Mewakili civitas academica, salah seorang guru besar psikologi UGM Koentjoro membacakan pernyataan sikap tersebut. Dalam lima butir pernyataan itu, mereka mendesak dihentikannya segala upaya pelemahan terhadap KPK. Juga, mereka meminta evaluasi terhadap RUU lain yang bisa melemahkan gerakan antikorupsi.

’’Mengembalikan semangat sesuai dengan amanah reformasi dan konstitusi,’’ ucap Koentjoro di halaman Balairung UGM kemarin.

Menurut ketua dewan guru besar itu, pengajuan revisi UU KPK tidak mengikuti prosedur legislasi. Ada upaya sistematis pelemahan KPK yang agresif dan brutal dalam beberapa pekan terakhir.

Dekan Fakultas Hukum UGM Sigit Riyanto menyatakan prihatin atas upaya pelemahan KPK yang dilakukan pemerintah dan DPR melalui revisi UU KPK. ’’Kami sangat prihatin. Kami ingin memperkuat upaya pemberantasan korupsi dan kami mendukung lembaga KPK,’’ tegasnya.


Ekonom UGM Rimawan Pradipto bahkan telah mengumpulkan petisi yang ditandatangani 2.338 dosen dari 33 perguruan tinggi se-Indonesia. Mereka semua menolak revisi UU KPK dan upaya pelemahan terhadap KPK. ’’Sampai dengan Sabtu (14/9), terkumpul 2.338 dosen yang memberikan dukungan. Ada 344 dosen UGM, 160 dosen UI, dan 102 dosen IPB,’’ ungkap Rimawan.

Pendapat yang sama disampaikan pakar kebijakan publik UGM Wahyudi Kumorotomo. Dia menyampaikan, pihaknya akan mengingatkan presiden agar tidak menjadi bagian dari DPR yang ingin melemahkan KPK. Wahyudi tidak ingin presiden yang juga alumnus UGM itu menghabisi KPK sebagai lembaga yang saat ini dicintai masyarakat.

Selain UGM, penolakan revisi UU KPK telah disuarakan civitas academica dari berbagai kampus. Di Surabaya, mahasiswa Unair berunjuk rasa di gedung DPRD Jatim. Mereka meminta DPRD Jatim ikut mendesak pemerintah dan DPR untuk membatalkan revisi UU KPK. Universitas Islam Indonesia (UII) bahkan mengancam menyampaikan mosi tidak percaya kepada pemerintah dan DPR jika pembahasan revisi UU tersebut dilanjutkan.

Penolakan terhadap revisi UU KPK dari kalangan akademisi memang meluas di banyak perguruan tinggi. ”Inti substansinya, penguatan dan menjaga independensi KPK,” kata Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Hariadi Kartodihardjo.

Mereka menilai, ada poin-poin yang tertuang dalam draf revisi UU KPK yang justru berpotensi melemahkan. Bukan malah menguatkan. Selain itu, independensi KPK yang selama ini dijaga betul terancam. Untuk itu, mereka tidak berhenti menyuarakan penolakan terhadap revisi UU tersebut. Harapannya, KPK sebagai lembaga yang punya peranan besar dalam pemberantasan korupsi tidak dilemahkan.

Sumber: Jawapos.com

Editor: Edwir
 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook