JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Hilangnya status red notice atas nama buron Djoko Tjandra di Interpol disoroti banyak pihak. Ini karena Djoko masih leluasa keluar-masuk wilayah Indonesia, meski statusnya sebagai buron. Menanggapi hal ini, pihak Kejaksaan Agung pun mengaku akan menelusurinya.
“Itu sampai sekarang belum ada titik temunya,” kata Jaksa Agung Burhanuddin di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (15/7/2020) dikutip dari Antara.
Jaksa Agung menegaskan, pihaknya tidak pernah mencabut status red notice terhadap buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali itu.
“Red notice itu kan tidak ada cabut-mencabut, (berlaku, red) selamanya sampai tertangkap, tetapi nyatanya begitulah,” ujarnya.
Red notice adalah permintaan untuk menemukan, menahan sementara seorang tersangka yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Red notice diterbitkan oleh Interpol atas permintaan dari Polri untuk membatasi perjalanan tersangka di luar negeri.
Djoko Tjandra yang merupakan Direktur PT Era Giat Prima terlibat kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali yang telah merugikan negara Rp904 miliar.
Djoko Tjandra meninggalkan Indonesia pada tahun 2009 saat Mahkamah Agung menjatuhkan vonis kepadanya.
Sejak buron, kabarnya simpang-siur. Dia dikabarkan lari ke negara tetangga dan menjadi warga negara Papua Nugini.
Untuk diketahui, red notice dari Interpol atas nama Djoko Tjandra terbit pada tanggal 10 Juli 2009.
Pada tanggal 5 Mei 2020, Sekretaris NCB Interpol memberitahukan bahwa red notice atas nama Djoko Tjandra telah terhapus dari sistem basis data sejak 2014.
Ditjen Imigrasi menindaklanjuti hal itu dengan menghapus nama Djoko Tjandra dari sistem perlintasan pada tanggal 13 Mei 2020.
Pada tanggal 27 Juni 2020, Kejaksaan Agung meminta Djoko Tjandra dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO).
Ditjen Imigrasi pun memasukkan kembali nama Djoko Tjandra ke dalam sistem data perlintasan dengan status DPO.
Sumber: Antara/Jawapos.com
Editor: Hary B Koriun