KPK Duga Korupsi Tukin di Kementerian ESDM Akibat Lemahnya Pengawasan

Hukum | Jumat, 16 Juni 2023 - 18:48 WIB

KPK Duga Korupsi Tukin di Kementerian ESDM Akibat Lemahnya Pengawasan
Penyidik KPK meninggalkan Kantor Kementerian ESDM usai melakukan penggeledahan, beberapa waktu lalu. (FEDRIK TARIGAN/JAWAPOS.COM)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan praktik rasuah pembayaran tunjangan kinerja (tukin) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). KPK telah menjerat 10 tersangka yang diduga memanipulasi realisasi pembayaran belanja pegawai di Kementerian ESDM selama 2020-2022 sebesar Rp221.924.938.176.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, salah satu faktor modus korupsi itu bisa terjadi lantaran lemahnya pengawasan di kementerian yang digawangi Menteri Arifin Tasrif tersebut. Padahal, praktik korupsi manipulasi tukin termasuk tidak mudah untuk dilakukan.


"Sebenarnya tidak mudah modus semacam itu ya bila pengawasan dan evaluasi berjalan efektif di masing-masing satuan kerjanya," kata Ali kepada wartawan, Jumat (16/6/2023).

Lembaga antirasuah berharap Kementerian ESDM dapat berkaca dari kasus yang telah melibatkan 10 pegawainya ini.

"Iya tentu itu titik yang perlu segera ditutup tentunya. Karena korupsi terjadi pasti karena ada niat dan kesempatan. Dan di banyak perkara dilakukan secara berjamaah," tegas Ali.

KPK telah memproses hukum 10 tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembayaran tukin pegawai di lingkungan Kementerian ESDM tahun anggaran 2020-2022. Ke-10 tersangka itu antara lain, Priyo Andi Gularso (PAG), Subbagian Perbendaharaan/PPSPM; Novian Hari Subagio (NHS), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); Lernhard Febian Sirait (LFS), Staf PPK; Abdullah (A), Bendahara Pengeluaran; dan Christa Handayani Pangaribowo (CHP), Bendahara Pengeluaran.

Kemudian, Haryat Prasetyo (HP), PPK; Beni Arianto (BA), Operator SPM; Hendi (H), Penguji Tagihan; Rokhmat Annashikhah (RA), PPABP; dan Maria Febri Valentine (MFV),Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi.

Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan, dugaan korupsi pembayaran tukin pegawai Kementerian ESDM tahun 2020-2022 menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai Rp27,6 miliar. Kasus ini bermula saat Kementerian ESDM merealisasikan pembayaran belanja pegawai berupa tukin dengan total sebesar Rp221.924.938.176 selama 2020-2022. 

Selama periode tersebut, para pejabat perbendaharaan serta pegawai lainnya di lingkup Bagian Keuangan Direktorat Jenderal Mineral yakni Lernhard dkk diduga memanipulasi dan menerima pembayaran tukin yang tidak sesuai ketentuan. 

Dalam proses pengajuan anggaran diduga tidak disertai dengan data dan dokumen pendukung serta melakukan manipulasi. Di antaranya pengondisian daftar rekapitulasi pembayaran dan daftar nominatif, di mana tersangka Priyo Andi meminta Lernhard agar 'dana diolah untuk kita-kita dan aman'.

Kemudian menyisipkan nominal tertentu kepada 10 orang secara acak hingga pembayaran ganda atau lebih kepada 10 orang yang telah ditentukan. 

"Sehingga dari jumlah tunjangan kinerja yang seharusnya dibayarkan sebesar Rp1.399.928.153, namun dibayarkan Rp29.003.205.373. Terjadi selisih sebesar Rp27.603.277.720," papar Firli. 

Selisih pembayaran tersebut diduga dinikmati oleh para tersangka. Priyo Andi menerima Rp4,75 miliar; Novian Hari menerima Rp1 miliar; Lernhard menerima Rp10,8 miliar; Abdullah menerima Rp350 juta; Christa Handayani menerima Rp2,5 miliar. 

Kemudian, Haryat Prasetyo menerima Rp1,4 miliar; Beni Arianto menerima Rp4,1 miliar; Hendi menerima Rp1,4 miliar; Rokhmat Annashikhah menerima Rp1,6 miliar; dan Maria Febri menerima Rp900 juta. 

Firli menyebut, uang-uang tersebut dinikmati untuk kepentingan para tersangka seperti membayar pemeriksa BPK RI sejumlah sekitar Rp1,035 miliar dan dana taktis untuk operasional kegiatan kantor. 

"Untuk keperluan pribadi di antaranya untuk kerja sama umrah, sumbangan nikah, THR, pengobatan serta pembelian aset berupa tanah, rumah, indoor volley, mess atlit, kendaraan dan logam mulia," ujar Firli.

Mereka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sumber: Jawapos.com

Editor: Eka G Putra









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook