JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Undang-Undang Nomor 20/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah disahkan oleh DPR pada (17/9) lalu akan berlaku secara efektif pada Kamis (17/10) mendatang. Itu artinya, dalam empat hari ke depan apabila Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak juga menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), maka komisi antirasuah diprediksi bisa lumpuh.
Deputi Direktur Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar menilai, dalam hitungan hari, KPK akan lumpuh karena sejumlah kewenangannya dalam UU KPK hasil revisi secara otomatis pada Kamis (17/10) mendatang akan berlaku. Namun, Erwin pun menegaskan Presiden Jokowi harus menerbitkan Perppu KPK.
“Karena yang paling memungkinkan untuk dilakukan dalam menyelamatkan asa pemberantasan korupsi saat ini adalah Presiden menerbitkan Perppu KPK,” kata Erwin dalam keterangannya, Senin (14/10).
Erwin pun menyebut, penerbitan Perppu KPK merupakan jalan keluar untuk menjawab kebuntuan konstitusional salah satu anggota KPK terpilih, Nurul Gufron. Sebab kini usia Gufron masih 45 tahun, sedangkan syarat pimpinan KPK menurut UU KPK hasil revisi harus berusia 50 tahun.
“Bahwa proses revisi UU KPK yang terburu-buru mengakibatkan tercederainya hak konstitusional calon anggota KPK terpilih Nurul Gufron, karena yang bersangkutan dipilih berdasarkan syarat UU KPK yang lama,” ucap Erwin.
“Oleh karena itu, untuk menyelamatkan hak konstitusional Nurul Gufron yang tercederai, Presiden harus mengeluarkan Perrpu sebagai jalan konstitusional dalam waktu yang singkat,” sambungnya.
Selain itu, penerbitan Perrpu KPK lebih memberikan kepastian hukum terhadap KPK secara kelembagaan. Dalam UU KPK hasil revisi, tidak ditemukan adanya mekanisme transisi pemberlakukan peraturan tersebut. UU KPK yang baru harus langsung dijalankan jika disahkan Presiden.
Namun, Erwin menyebut terlalu banyak implikasi yuridis yang harus direspon oleh Presiden dan KPK untuk mengefektikan undang-undang hasil revisi tersebut. Hal itu tidak mungkin dilakukan dalam jangka waktu pendek.
“Setidaknya perlu dua atau tiga tahun untuk memastikan semua peraturan pendukung tersebut ada, padahal KPK harus terus bekerja tanpa menunggu kekosongan hukum,” terang Erwin.
Oleh karenanya, Erwin menuturkan kewenangan menerbitkan Perrpu merupakan kewenangan absolut Presiden sebagai bagian mengukuhkan sistem presidensil. Satu hal yang penting untuk diperhatikan, bahwa Indonesia menganut sistem presidensil, bukan parlementer, sehingga posisi konstitusional Presiden sangat kuat.
“Kebijakan Presiden dalam menerbitkan Perrpu KPK untuk menyelamatkan asa pemberantasan korupsi tidak boleh diintervensi dan ditekan oleh parlemen,” pungkasnya.
Sumber : Jawapos.com
Editor : E Sulaiman