KASUS NOVEL

KPK Dorong Presiden Bentuk TGPF Independen

Hukum | Minggu, 14 April 2019 - 11:52 WIB

KPK Dorong Presiden Bentuk TGPF Independen
Novel Baswedan. (INTERNET)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Wadah Pegawai (WP) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkritik sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang terkesan lepas tangan terhadap pengungkapan kasus penyerangan Novel Baswedan.

Kelompok pekerja antikorupsi itu menyebut apa yang disarankan presiden untuk mendorong tim gabungan bentukan Polri bukanlah solusi. Sebab, hal itu sudah pernah dilakukan.
Baca Juga :Menurut Mantan Penyidik KPK Inilah Empat Kriteria Pengganti Firli Bahuri

Ketua WP KPK Yudi Purnomo Harahap mengatakan, pihaknya sudah menemui Kepala Bareskrim (Kabareskrim) Polri Komjen Idham Azis pada akhir Maret lalu. Selain sebagai Kabareskrim, Idham juga merupakan ketua tim gabungan pengungkapan teror Novel yang dibentuk Kapolri Jenderal Tito Karnavian pada Januari lalu.

”Kami sudah menanyakan (ke Idham Azis, red) apakah pelakunya (penyerangan Novel, red) ditangkap? Dan dijawab belum ditangkap,” kata Yudi kepada Jawa Pos (JPG), Sabtu (13/4). Atas mandeknya perkembangan kasus itu lah, WP KPK meminta bantuan Presiden Jokowi untuk mendorong pembentukan tim gabungan pencari fakta (TGPF) independen. Bukan di bawah naungan Polri.

”Apakah suatu kesalahan meminta kepada presiden agar kasus tersebut segera diungkap setelah dua tahun masih gelap? Bukankah Bapak Presiden berjanji akan memperkuat KPK?,” terang alumnus Universitas Indonesia (UI) itu.

Menurut Yudi, belum tertangkapnya pelaku penyerangan air keras Novel yang terjadi 11 April 2017 itu sudah cukup menjadi alasan pembentukan TGPF independen. KPK, kata dia, berharap Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara merealisasikan permintaan itu sebagai wujud realisasi terhadap penguatan KPK.  Terpisah, Novel meyakini hanya dengan TGPF independen pelaku penyerangan dan aktor intelektual penyiraman air keras bisa terungkap. Novel menegaskan, upaya menuntut pengungkapan teror tidak berkaitan sama sekali dengan agenda politik mana pun. Dia memastikan tuduhan yang menganggap dirinya terafiliasi dengan salah satu partai politik (parpol) sama sekali tidak benar.

Temui Pegawai untuk Redam Gejolak

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan upaya cepat untuk meredam pergolakan pegawai kedeputian penindakan yang mencuat lewat surat petisi. Komisioner bakal mengagendakan pertemuan dengan para pegawai awal pekan depan sebagai bentuk mendinginkan pergolakan internal tersebut.  Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pergolakan yang disebut sebagai dinamika internal itu akan diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Salah satunya dengan mendengar masukan pegawai secara langsung. ”Dokumen (petisi pegawai, red) sudah diterima pimpinan dan sudah diagendakan rencana pertemuan,” kata Febri, Sabtu (13/4).

Sebagaimana diberitakan, pegawai di kedeputian penindakan KPK melayangkan petisi terkait dengan kebuntuan mengembangkan kasus-kasus yang melibatkan pelaku level tinggi (big fish). Dalam petisi itu, pegawai yang terdiri dari penyidik dan penyelidik mengurai lima hal yang dianggap sebagai bagian dari kebuntutan itu.

 

Pakar hukum pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad mengatakan, petisi yang diinisiasi 114 penyidik dan penyelidik tersebut patut diapresiasi. Hal itu, kata dia, merupakan bentuk semangat pemberantasan korupsi. Bukan sekadar sensasi. ”Harus ada transparansi dari KPK tentang siapa yang dianggap menghambat penyidikan dan kasus yang dimaksud big fish itu,” ujarnya.

Suparji menyebut transparansi perlu dilakukan sebagai wujud pertanggungjawaban KPK kepada publik. Dan bila memang ada pihak internal yang menghalangi penyidikan sebuah perkara, KPK bisa menjeratnya dengan pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor.

”Seandainya terbukti ada yang merintangi di internal KPK, harus ada tindakan sesuai dengan mekanisme yang berlaku.(tyo/jpg)

Editor: Eko Faizin









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook