JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan membuka penyelidikan baru terkait dugaan kegiatan tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur. Namun, lembaga antirasuah menunggu adanya pengaduan dari masyarakat.
“Tentu diawali laporan ya. Silakan siapa pun yang akan lapor dugaan korupsi ke KPK, kami pasti tindaklanjuti,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Jumat (11/11/2022).
Juru bicara KPK berlatar belakang jaksa ini menyampaikan, peran serta masyarakat penting dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Namun, ia mengingatkan masyarakat yang hendak melakukan pengaduan harus membawa dokumen lengkap agar laporannya ditindaklanjuti.
“Kami berharap disertai pula data awal, sehingga akan memudahkan kami tindaklanjuti pada proses berikutnya,” ucap Ali.
Ali mengungkapkan, sering kali laporan masyarakat tidak memenuhi standar administratif, sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga, berakibat laporan tersebut tidak bisa ditindaklanjuti.
“Sekali pun kami juga tentu proaktif mencari pengayaan data dan informasi tiap kali ada laporan yang diterima KPK,” tegas Ali.
Sebagaimana diketahui, Aiptu (purn) Ismail Bolong menyebut nama Tan Paulin dalam kasus dugaan konsorsium tambang yang diduga melibatkan petinggi Polri. Ia mengaku melakukan kegiatan tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur di daerah Marangkayu, Kukar, wilayah hukum Polres Bontang sejak Juli 2020 sampai November 2021.
Saat itu, Ismail Bolong pernah berkoordinasi ke Polres Bontang melalui Kasat Reskrim Bontang, AKP Asriadi dan memberikan bantuan sebesar Rp200 juta di ruangannya pada Agustus 2021.
Pengakuan Ismail Bolong juga tertuang dalam dokumen laporan hasil penyelidikan (LHP) Nomor: R/LHP-63/III/2022/Ropaminal tertanggal 18 Maret 2022. Laporan itu juga sudah diserahkan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dari Kepala Divisi Propam, saat itu Ferdy Sambo melalui surat Nomor: R/1253/WAS.2.4/ 2022/IV/DIVPROPAM, tanggal 7 April 2022.
Dalam LHP itu, terdapat keterangan Ismail Bolong pada halaman 24, bahwa uang koordinasi diberikan kepada pejabat Mabes Polri. Antara lain Kepala Bareskrim Polri, Komjen Agus Andrianto; Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri; Kasubdit V Dittipidter Bareskrim Polri.
Uang koordinasi diberikan setiap satu bulan sekali Rp 5 miliar dalam bentuk mata uang dolar Singapura dan dolar Amerika. Adapun, pembagiannya untuk Kabareskrim sebanyak Rp2 miliar (diserahkan langsung) dan sisanya Rp3 miliar diserahkan kepada Kasubdit V Dittipidter Bareskrim.
Hasil penyelidikan tersebut ditemukan fakta-fakta bahwa di wilayah hukum Polda Kalimantan Timur terdapat beberapa penambangan batu bara ilegal yang tidak dilengkapi izin usaha penambangan (IUP).
Namun, tidak dilakukan upaya tindakan hukum dari Polsek, Polres, Polda Kalimantan Timur dan Bareskrim Polri, karena adanya uang koordinasi dari para pengusaha tambang ilegal. Selain itu, ada kedekatan Tan Paulin dan Leny Tulus dengan pejabat Polda Kalimantan Timur.
Meski demikian, Ismail Bolong kemudian membuat pernyataan bantahan. Dalam video keduanya itu, Ismail Bolong memberi klarifikasi permohonan maaf kepada Kabareskirm Komjen Agus Andrianto atas berita yang beredar.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman