JAKARTA(RIAUPOS.CO) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberikan jeda waktu kepada mantan narapidana korupsi untuk mengikuti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) selama 5 tahun setelah menjalani hukuman. Putusan tersebut dinilai sebagai bentuk progresif dan dapat dijalankan oleh seluruh pihak, terutama partai politik.
“Kita harus mengahargai putusan itu dan saya pikir ini juga harus disambut baik, baik oleh pemerintah maupun parlemen atau pun partai politik,” kata Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif di Jakarta, Rabu (11/12/).
Syarif menyampaikan, KPK banyak mendapat keluhan dari kader-kader partai yang meniti kariernya dari bawah. Meski memiliki kualitas dan integritas, kader-kader tersebut tak pernah mendapat dukungan dari partai untuk dicalonkan sebagai kepala daerah maupun legislatif. Partai justru memilih mencalonkan mantan narapidana korupsi karena mempunyai dana besar.
“Yang bagus-bagus, yang meniti karir dari bawah sampai ke atas ini tidak pernah didukung, malah mendukung napi karena ada uangnya. Ngapain seperti itu,” ungkap Syarif.
Syarif menilai, putusan MK merupakan langkah maju untuk membangun tata kelola partai politik. Dikatakan, KPK bersama LIPI pernah mengkaji sistem pendanaan partai politik. KPK bersama LIPI menemukan persoalan dalam proses kaderisasi dan penegakan etik di internal partai.
Atas kajian tersebut, KPK dan LIPI merekomendasikan Sistem Integritas Partai Politik (SIPP) yang meliputi kode etik, demokrasi internal partai, kaderisasi, rekrutmen, dan keuangan partai yang transparan dan akuntabel.
“Ini kader-kader yang baik ini mengeluh, karena tiba-tiba tidak mendapatkan dukungan dari parpolnya. Tiba-tiba ada kutu loncat dari luar karena bawa uang, lalu di-push jadi anggota legislatif, di-push jadi wali kota, bupati, gubernur seperti itu. Jadi pas lah (putusan MK, Red) itu. Terima kasih kepada MK. Itu putusan progresif,” tukasnya.
Editor : Deslina
Sumber: Jawapos.com