PASCA-PUTUSAN MK TENTANG FIDUSIA

Leasing Masih Bisa Tarik Kendaraan Debitur Macet

Hukum | Selasa, 11 Februari 2020 - 00:21 WIB

Leasing Masih Bisa Tarik Kendaraan Debitur Macet
Ilustrasi pasar mobil. (ISTIMEWA)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Perusahaan leasing (multifinance) masih tetap bisa menarik kendaraan dari debitur tanpa melalui pengadilan negeri (PN) pasca-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang fidusia. Putusan MK tersebut justru memperjelas Pasal 15 Undang-undang (UU) Nomor 42 Tahun 1999 tentang Wanprestasi atau Cedera Janji antara Debitur dan Kreditur.

"Jadi, leasing masih tetap bisa menarik kendaraan dari debitur macet yang sebelumnya telah diperingatkan. Dengan catatan, prosedur sudah dijalankan," ujar Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno, dalam acara diskusi Infobanktalknews di Menara Rajawali, Senin (10/2).


Menurutnya, saat ini ada simpang siur pendapat di masyarakat pasca-putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020 soal Fidusia. Kesimpangsiuran itu yakni seolah-olah pemegang hak fidusia (leasing) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri, tapi harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri.

Padahal, kata dia, sejatinya tidak demikian. Perusahaan leasing masih bisa menarik kendaraan dari debitur macet tanpa pengadilan. "Keputusan MK itu tidak bisa dibaca sepotong-sepotong. Ada ruang lebar untuk mengeksekusi jaminan debitur macet," tuturnya.

Dalam putusan MK disebutkan, perusahaan leasing tetap boleh melakukan eksekusi tanpa lewat pengadilan dengan syarat pihak debitur mengakui adanya wanprestasi. Sepanjang pemberi hak fidusia atau debitur telah mengakui adanya cedera janji atau wanprestasi dan secara sukarela menyerahkan benda yang menjadi obyek dalam perjanjian fidusia.

"Maka, menjadi kewenangan sepenuhnya bagi penerima fidusia (kreditur) untuk dapat melakukan eksekusi sendiri (parate executie)," ujarnya.

Baca Juga : Hindari Macet

Putusan MK itu lanjutnya, juga menyatakan, mengenai wasprestasi antara pihak debitur dan kreditur harus ada kesepakatan terlebih dahulu untuk menentukan kondisi seperti apa yang membuat wanprestasi. "Jadi, ada perjanjian sebelumnya, berapa pinjamannya, berapa bunga yang harus dibayar, termasuk jangka waktunya. Juga batas waktu pembayaran angsuran, bagaimana jika tidak membayar angsuran, dan berapa dendanya," jelasnya.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook