JAKARTA(RIAUPOS.CO) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menunggu lama untuk melengkapi barang bukti kasus operasi tangkap tangan (OTT) Bupati Sidoarjo Saiful Ilah. Kemarin (10/1) penyidik menggeledah kantor Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Sumber Daya Air (PUBMSDA) Kabupaten Sidoarjo.
Penggeledahan berlangsung empat jam sejak pukul 10.00. Penyidik KPK dengan dua mobil Kijang Innova hitam nopol L 1000 GO dan W 1210 PB langsung masuk kantor dinas.
Ada dua tempat yang diperiksa. Yakni, ruang kerja Kepala DPUBM SDA Sunarti Setyaningsih dan ruang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) DPUBMSDA Judi Tetrahastoto. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka.
Petugas KPK selesai menggeledah pukul 13.55. Petugas dari KPK, sopir, satpam, dan petugas kepolisian keluar dengan membawa 2 koper, 1 kardus, dan 1 lemari kabinet. Barang-barang tersebut dimasukkan lewat pintu belakang mobil bernopol L 1000 GO.
Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri membenarkan adanya penggeledahan di sejumlah lokasi di Sidoarjo. Penyidik juga telah mengantongi izin dewan pengawas (dewas). ”Kegiatan penggeledahan perkara Sidoarjo pada Jumat (10/1) di tiga lokasi,” kata Ali.
Tiga lokasi itu, yakni ruang kerja kepala DPUBMSDA serta dua rumah masing-masing di Jalan Yos Sudarso dan di Desa Janti, Tarik.
Hal yang sama disampaikan Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan. ”Ya, (izin penggeledahan, Red) sudah diberikan untuk yang Sidoarjo,” ujarnya.
Soal perbedaan nilai proyek yang disidik KPK dengan data pada LPSE Kabupaten Sidoarjo, Ali belum bisa berbicara banyak. Dia berdalih bahwa hal tersebut masih dalam pemeriksaan tim penyidik. ”Untuk kepentingan penyidikan, mohon maaf tidak bisa disampaikan detailnya,” ucap Ali.
Sementara itu, Saiful Ilah yang telah berstatus tersangka kembali mendatangi Gedung Merah Putih KPK kemarin sore. Tidak berselang lama, dia keluar dengan didampingi petugas KPK. Saiful mengatakan, tidak ada pemeriksaan mendetail. ”Nggak diperiksa. Ini aku cuma disuruh cari pengacara, cari kuasa hukum,” ungkap dia.
Saiful lalu bicara soal tas hitam berisi uang yang disebut-sebut dia bawa ketika ditangkap KPK Selasa (7/1). ”Mana? Aku nggak ada tas hitam. Nggak pernah menerima. Saya langsung diajak pergi gitu aja. Di kantor saya juga nggak ada,” elaknya sebelum digiring ke mobil tahanan.
Sebagaimana diwartakan, Saiful Ilah ditangkap atas dugaan penerimaan suap untuk empat proyek sekaligus. Uang suap diduga diterima dari kontraktor Ibnu Ghofur. Ghofur diduga menyuap untuk memenangi empat proyek pemda sekaligus dengan total nilai proyek Rp 57,9 miliar. Namun, angka tiap-tiap proyek itu berbeda dengan data yang ada di LPSE Kabupaten Sidoarjo.
Celah dalam LPSE
Peneliti ICW Kes Tuturoong menuturkan, sistem LPSE sebenarnya sudah bagus. Namun, LPSE atau kadang disebut SPSE tetap punya celah. ”Kami melihatnya LPSE ini hanya tool (alat) saja. Tapi, LPSE ini membuat orang-orang mencari modus lain untuk melakukan korupsi,” katanya kepada Jawa Pos kemarin.
Celah itu, terang Kes, bisa terjadi karena data yang tidak terintegrasi antarproses dalam LPSE. Mulai penyusunan rencana umum pengadaan (RUP), seleksi program, pelelangan, hingga pengerjaan. Data yang tidak terintegrasi tersebut membuka kemungkinan adanya perbedaan angka sejak perencanaan sampai realisasi anggaran.
Faktor itu pula yang menurut Kes membuat perhitungan antara KPK dan data LPSE berbeda. ”Saya belum membandingkan. Tapi, kalau ada selisih, harus dicek lagi,” tuturnya.
Salah satu modus permainan yang menjadi temuan ICW beberapa waktu lalu adalah mematikan server. ”Server dimatikan ketika sudah ada pengumuman lelang di website dan peserta mau daftar. Tapi, untuk perusahaan-perusahaan tertentu, servernya tetap dinyalakan,” ungkapnya.
Cara itu sebenarnya sudah diantisipasi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP). Yakni dengan menerapkan sistem pengingat untuk mendeteksi jika ada server yang mati karena kesengajaan.
Sementara itu, Kepala LKPP Roni Dwi Susanto membantah anggapan bahwa sistem pengadaan secara elektronik (SPSE) bobol. Apalagi sampai bisa diakali. Menurut dia, celah SPSE hanya ada di luar sistem. Sementara SPSE dirancang untuk bisa mengakomodasi tender secara adil.
Celahnya adalah permainan di level unit layanan pengadaan (ULP). Di dalamnya ada pejabat pembuat komitmen (PPK) yang mengatur berbagai hal: rencana kerja dan syarat (RKS), mengatur jadwal, dan lainnya. Misalnya, dibutuhkan barang yang harus tersedia pada 20 Februari. Maka, ULP mengatur waktu tender, rencana kerja, dan lainnya. ”Hasilnya baru diketik di SPSE,” ujarnya saat dikonfirmasi kemarin.
Kontraktor tidak mungkin berani mengutak-atik SPSE karena pasti langsung ketahuan. ”Dia mainnya di persyaratan teknis, informasi keuangan, hingga tenaga ahli yang dibutuhkan,” terangnya. Nah, yang menyusun syarat-syarat tersebut adalah ULP.
Celah lain ada pada masa sanggah. Dalam kasus Sidoarjo, jelas Roni, sejauh yang dia ketahui, bupati bertemu dengan penyedia jasa. Si penyedia jasa itu meminta sanggahan dari peserta tender lain tidak digubris.
Editor :Deslina
Sumber: jawapos.com