KORUPSI BENGKALIS

Indra Gunawan Eet Diingatkan Hakim Tipikor Soal Sumpah Palsu

Hukum | Jumat, 10 Juli 2020 - 02:31 WIB

Indra Gunawan Eet Diingatkan Hakim Tipikor Soal Sumpah Palsu
Sidang lanjutan kasus korupsi dengan terdakwa Amril mukminin menghadirkan beberapa saksi, salah satunya Ketua DPRD Riau Indra Gunawan Eet di PN Pekanbaru, Kamis (9/7/2020).(M AKHWAN/RIAUPOS.CO)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Indra Gunawan Eet hadir di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Kamis (9/7). Ketua DPRD Provinsi Riau itu, saksi pertama yang memberikan kesaksian dalam sidang dugaan suap pembangunan Jalan Duri-Sungai Pakning, Bengkalis.

Selain Eet, JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memintai keterangan saksi lainnya yakni, Abdul Kadir dan Zulhelmi. Keduanya selaku mantan pimpinan legistatif di Negari Sri Junjungan.


Lalu, Syahrul Ramadhan merupakan orang kepercayaan mantan Ketua DPRD Bengkalis, Jamal Abdillah yang berperan mendistribusikan uang ketok palu pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2013 ke sejumlah anggota dewan periode 2009-2014. Sementara, terhadap saksi Heru Wahyudi selaku mantan Ketua DPRD Bengkalis tidak hadir. 

Sidang yang dilaksanakan secara online melalui video confrence dipimpin majelis hakim diketuai, Lilin Herlina SH MH di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, bersama JPU Tonny Frengky Pangaribuan dan Feby Dwi Andospendi, serta saksi. Sementara, terdakwa Amril Mukminin menberikan keterangan di Rumah Tahanan Negera (Rutan) Klas I Pekanbaru.

Dalam persidangan itu, terlihat Eet yang mengenakan baju kemaja merah maron dicecar sejumlah pertanyaan baik dari hakim serta JPU. Politisi Partai Golkar ditanyai mengenai uang ketok palu pengesahan APBD 2013. Namun, Eet membantah menerima uang tersebut dengan alasan tidak ikut rapat pengesahan proyek jalan multiyears. 

"Saya tidak ada menerima uang itu Yang Mulia. Saya tidak ikut rapat, karena saya tidak ada jabatan saat itu," jawab Ketua DPRD Riau. 

Atas jawaban itu, hakim ketua menyampaikan, jika keterangan tiga saksi pada persidangan lalu menerangkan Eet menerima uang ketuk palu. Akan tetapi, dia kembali membantahnya.  

"Tidak ada yang Mulia. Saya kan tadi sudah disumpah," jelasnya.

Mendengar bantahan saksi itu, hakim Lilin pun mulai mengingatkan Indra untuk tidak berbohong di persidangan. Karena, ada sanksi bagi saksi yang memberikan keterangan palsu. 

"Saya ingatkan saudara ya, silahkan saudara membantah seperti itu. Saudara sudah disumpah, kalau sumpah palsu akan ada ancaman hukumannya," tegas Lilin

Saat ini, pelaksanaan sidang tersebut masih berlangsung. Sementara, saksi Syahrul Ramadhan, Abdul Kadir, dan Zulhelmi menunggu giliaran untuk dimintai keterangannya. 

Pada surat dakwaan itu, Amril Mukminin selaku Bupati Bengkalis menerima hadiah berupa uang secara bertahap sebesar 520 ribu Dollar Singapura atau setara Rp5,2 miliar melalui ajudannya, Azrul Nor Manurung. Uang itu, diterima terdakwa dari Ichsan Suadi, pemilik PT Citra Gading Asritama (CGA) yang diserahkan lewat Triyanto, pegawai PT CGA sebagai commitment fee dari pekerjaan proyek multiyear pembangunan Jalan Duri – Sei Pakning. 

Selain itu, selaku anggota DPRD Kabupaten Bengkalis 2014 -2019, dan Bupati Bengkalis 2016-2021 telah menerima gratifikasi berupa uang setiap bulannya dari pengusaha sawit di Negeri Sri Junjungan. Dari pengusaha Jonny Tjoa sebesar Rp12.770.330.650 dan dari Adyanto sebesar Rp10.907.412.755. 

Uang yang diterima terdakwa secara tunai maupun ditransfer ke rekening bank atas nama Karmarni (istri terdakwa, red) pada Bank CIMB Niaga Syariah nomor rekening 4660113216180dan nomor rekening 702114976200. Uang itu diterima terdakwa di kediamannya pada Juli 2013-2019. 

Hal ini, bertentangan dengan kewajiban terdakwa selaku kepala daerah sebagaimana Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah dan ditambah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas UU tentang Pemerintahan Daerah. Serta kewajiban Amrilsebagai penyelenggara negera sebagaimana UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

Atas perbuatannya, Amril dijerat dalam Pasal 12 huruf a, Pasal 11, dan Pasal 12B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Laporan: Riri Radam (Pekanbaru)

Editor: Eka G Putra









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook