PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Fakta baru kembali terungkap dalam sidang dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) proyek pembangunan Masjid Raya Senapelan di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Rabu (2/8). Konsultan berlaku culas agar proyek tersebut dibayarkan.
Saat dilaporkan untuk pencairan, proyek baru dikerjakan sekitar 80 persen. Sementara konsultan pengawas melaporkannya 97 persen agar anggaran proyek bisa dibayarkan. Hal ini diungkap oleh Habib, tim leader konsultan pengawas dari PT Riau Multi Cipta Dimensi, saat bersaksi di persidangan, kemarin.
Bersaksi di hadapan majelis hakim yang dipimpin Iwan Irawan didampingi hakim anggota Yanuar Anadi serta Yosi Astuti, saksi Habib mengakui telah membuat laporan hasil pengawasan di lapangan atas pekerjaan kontraktor CV Watashiwa Miazawa itu, tidak sesuai fakta.
”Belum semuanya dilaksanakan. Masih 80 persen,” terang Habib.
Hakim kemudian menanyakan alasan saksi membuat laporan tidak sesuai dengan yang sebenarnya. ”Kenapa saudara mau membuat laporan 97 persen?” tanya hakim Iwan.
Pertanyaan hakim itu, sempat membuat saksi gugup. Hakim kemudian meminta saksi untuk jujur saja dalam persidangan. Hakim memintanya terus terang, siapa yang memerintahkan untuk membuat laporan 97 persen tersebut.
”Yang meminta PPTK Pak Hakim. PPTK-nya Pak Firan,” jawab Habib.
Hakim kemudian bertanya motif saksi yang berani membuat laporan tidak benar. Hakim meminta saksi jujur, apakah karena dirinya menerima uang.
”Sumpah, Pak. Saya tidak ada menerima uang,” jawab Habib.
Habib mengaku laporan itu terpaksa dibuatnya atas arahan Firan selaku PPTK. Saat itu, kata Habib, Firan menegaskan bahwa para pimpinan telah setuju jika proyek itu disebutkan pekerjaan proyek sudah mencapai 97 persen.
”Pak Firan menyampaikan kalau bos-bos sudah setuju 97 persen. Biar bisa dicairkan anggarannya,” terang Habib lagi.
Atas jawabannya itu, hakim mengingatkan saksi bahwa dirinya disumpah hingga tidak coba-coba untuk berbohong.
Mendengar keterangan Habib itu, terdakwa Anggun Bestarivo Ernesia selaku Direktur PT Riau Multi Cipta Dimensi mengaku keberatan. Menurut Anggun, dari awal dirinya tidak setuju kalau proyek itu dilaporkan 97 persen.
”Sejak awal saya tidak setuju dilaporkan selesai 97 persen. Karena pekerjaannya baru 80 persen,” ungkap Anggun.
Anggun juga mengklaim, sebagai direktur dirinya tidak mengetahui bahwa laporan yang dibuatnya 80 persen itu ternyata diubah menjadi 97 persen. Menurutnya, laporan itu inisiatif saksi Habib sendiri.
Duduk sebagai terdakwa dalam perkara selain Anggun, adalah Syafri Yafis selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR-PKPP) Provinsi Riau, Ajira Miazawa selaku Direktur CV Watashiwa Miazawa dan Imran Chaniago selaku pihak swasta atau pemilik pekerjaan.
Dalam perkara tipikor ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hendri Junaidi, Dewi Shinta Dame Siahaan, Nuraeni Lubis, Oka Regina dan kawan-kawan menjerat para terdakwa dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Mereka didakwa telah merugikan keuangan negara sekitar Rp1,36 miliar pada proyek dengan pagu anggaran Rp8,65 miliar tersebut.(yls)
Laporan HENDRAWAN KARIMAN, PEKANBARU