JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Tiga kali melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Bengkulu sepanjang 2017 menjadi rekor tersendiri bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
OTT teranyar yang digelar oleh Tim Satgas Penindakan KPK adalah pada Kamis (7/92/107) dini hari. Tim Satgas dalam operasi senyap itu berhasil mengamankan seorang hakim, panitera dan beberapa pihak lain yang diduga sebagai penyuap sang hakim.
Tim diketahui berhasil mengamankan barang bukti uang dugaan suap senilai ratusan juta.
”Duitnya (uang suap) Rp125 juta,” kata sumber KPK kepada JawaPos.com, Kamis (7/9/2017).
Akan tetapi, itu belum termasuk komitmen fee yang dijanjikan pihak penyuap untuk "mengamankan" perkara dugaan korupsi yang ditangani hakim tersebut. Sebelum itu, Selasa, 20 Juni 2017, KPK menggelar OTT terhadap Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti, Lily Martiani Maddari istrinya, dan tiga pihak lain.
Mereka kedapatan melakukan transaksi suap menyuap terkait proyek pembangunan jalan di bumi raflesia itu. Atas perbuatannya, Ridwan, Lily Martiani Maddari dan Rico Dian Sari (bendahara DPD Partai Golkar Bengkulu) ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Selain itu penyidik juga menetapkan satu pihak lain sebagai pihak pemberi suap, yakni Jhoni Wijaya selaku direktur PT SMS.
Kemudian, pada 9 Juni 2016, KPK menanggap Kasie III Intel Kejati Bengkulu, Parlin Purba (PP); pejabat pembuat komitmen di Balai Wilayah Sungai Sumatera VII Bengkulu, Amin Anwari (AAN) dan Direktur PT Mukomuko Putra Selatan Manjuto, Murni Suhardi (MSU). Dalam OTT, uang suap yang diamankan dari tangan mereka bertiga sebesar Rp10 juta.
Akan tetapi, menurut Komisioner KPK Basaria Panjaitan, sudah ada pemberian yang dilakukan AAN dan MSU kepada PP sebesar Rp150 juta. Adapun dugaan suap ini terkait dengan pengumpulan bukti dan keterangan dalam sejumlah proyek yang ada di Balai Wilayah Sungai Sumatera VII Bengkulu. AAN dan MSU disangka sebagai pemberi suap. Sementara itu, PP disangka sebagai pihak yang menerima suap tersebut. (dna)
Sumber: JPG
Editor: Boy Riza Utama