JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Penetapan tersangka Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip menambah daftar panjang kepala daerah yang terjerat kasus korupsi di KPK. Kasus istri dari hakim Pengadilan Tinggi Manado Armindo Pardede itu sekaligus menunjukkan bahwa potensi rasuah di daerah masih sulit dicegah. Terutama yang berhubungan dengan sektor pengadaan barang dan jasa.
Deputi Direktur Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar mengatakan dugaan korupsi yang terjadi di Talaud juga menunjukkan bahwa pengawasan di daerah masih lemah.
”Faktor geografi (Talaud yang merupakan kepulauan, red) juga mempengaruhi faktor pengawasan (di daerah, red),” kata Erwin saat dihubungi, Rabu (1/5).
Berdasar variabel tersebut, Erwin menyebut potensi korupsi di daerah, terutama wilayah kepulauan, masih akan terus terjadi. Apalagi, bila kepala daerah yang berkuasa memiliki latar belakang atau profil gaya hidup high class. Seperti Manalip yang diketahui gemar mengoleksi barang-barang mewah.
”Sebagian korupsi yang ditangani KPK adalah by greed (tamak), bukan by needs,” ujarnya.
Menurut Erwin, sulit mencari obat untuk menyembuhkan korupsi yang didasari ketamakan. Sebab, sebaik apa pun sistem pemerintahannya, pejabat tersebut bakal mencari celah melakukan korupsi untuk membiayai kehidupan mewahnya. Modus semacam itu pernah dibuktikan KPK ketika menangani kasus korupsi Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari.
”Kita hanya bisa meminimalkan orang-orang rakus itu menyalahgunakan kekuasaannya, bukan menghentikannya,” imbuh aktivis asal Sumatera Barat tersebut.
Untuk diketahui, Manalip diduga meminta barang-barang mewah sebagai bagian dari fee proyek di Talaud. Di antaranya, tas Handbag Channel seharga Rp97,36 juta, tas Balenciaga Rp32,995 juta, jam tangan Rolex senilai Rp224,5 juta, anting berlian Adelle (Rp32,075 juta) dan cincin berlian Adelle (Rp76,925 juta). Aksesoris mewah itu diamankan KPK sebagai barang bukti.(tyo/jpg)