JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Wajah Eni Maulani Saragih tampak kuyu di Pengadilan Tipikor, Jumat (1/3). Sesekali, mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR itu membenarkan posisi kacamatanya ketika majelis hakim membacakan putusan. Saat bagian akhir dibacakan, Eni yang mengenakan batik warna gelap spontan menatap tajam ke arah kursi majelis hakim.
”Saya menerima seluruh putusan ini,” ujar istri Bupati Temanggung M Al Khadziq. Suaranya terbata-bata. Eni tidak mengajukan banding atas putusan majelis hakim yang diketuai Yanto tersebut. Dia menerima vonis hakim berupa hukuman pidana penjara enam tahun dan denda Rp200 juta subsider dua bulan kurungan.
Selain hukuman pokok itu, Eni yang terjerembab dalam pusaran kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau 1 dan gratifikasi dari sejumlah pengusaha energi tersebut juga diminta membayar uang pengganti sebesar Rp5,087 miliar serta 40 ribu dolar Singapura (sekitar Rp417 juta). Hak politik Eni juga dicabut selama tiga tahun yang harus dijalani setelah menjalankan pidana pokok.
”Menyatakan terdakwa Eni Maulani Saragih telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan pertama dan dalam putusannya.
Hakim juga memvonis Eni untuk berada di dalam tahanan sampai putusan tersebut berkekuatan hukum tetap (inkracht). Vonis hakim tersebut lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebelumnya, jaksa menuntut hakim untuk menjatuhkan hukuman penjara selama delapan tahun subsider empat bulan kurungan dan uang pengganti Rp10,3 miliar serta 40 ribu dolar Singapura. Jaksa juga menuntut pencabutan hak politik selama lima tahun. Hakim mempertimbangkan hal meringankan dan memberatkan dalam putusan tersebut. Hal yang memberatkannya disebutkan Eni tidak mendukung program pemerintah yang sedang gencar-gencarnya memberantas korupsi. Sedangkan yang meringankan adalah lantaran Eni berlaku sopan selama persidangan, mengakui kesalahan dan belum pernah dihukum.
Setelah sidang, Eni menyampaikan alasannya menerima seluruh putusan hakim. Politisi Partai Golkar itu menyebut vonis tersebut adalah bagian dari takdir yang harus dijalani.
”Saya sudah berketetapan hati (menerima putusan, red) sejak berangkat dari rutan (rumah tahanan, red). Apapun yang diputuskan saya harus ikhlas,” tutur ibu dua anak tersebut.
Eni juga menerima keputusan hakim yang menolak justice collaborator (JC) yang diajukannya ke KPK. Menurutnya, keputusan hakim tersebut harus diterima.
”Saya sudah berusaha sejak awal (untuk mendapatkan JC, red), saya diminta kooperatif, saya kooperatif,” ujar orang dekat mantan Menteri Sosial (Mensos) Idrus Marham itu.(tyo/git/jpg)