KALEIDOSKOP KEJAKSAAN TINGGI RIAU DI 2021

Tangani Dugaan Korupsi Pejabat Provinsi dan Mantan Bupati

Feature | Rabu, 29 Desember 2021 - 10:54 WIB

Tangani Dugaan Korupsi Pejabat Provinsi dan Mantan Bupati
Kejaksaan Tinggi Riau (INTERNET)

Sepanjang 2021 Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau dalam posisinya sebagai aparat penegak hukum (APH) menangani berbagai perkara tindak pidana korupsi (tipikor). Termasuk yang menjerat pejabat teras Provinsi Riau dan manta bupati di Bumi Lancang Kuning. Di saat bersamaan, sebagai Jaksa Pengacara Negara (JPN) juga melakukan pendampingan terhadap proyek jalan tol di Riau.

Laporan M ALI NURMAN, Pekanbaru


DARI data yang berhasil dihimpun, tahun ini Kejati Riau mencatatkan penyelidikan 12 (perkara), penyidikan 9, penuntutan yang sudah dilimpahkan (ke pengadilan) 9, dan upaya hukum 5. Untuk penyelamatan keuangan negara ada sekitar Rp10 miliar.

Kepala Kejati (Kajati) Riau Jaja Subagja, Selasa (28/12) menyampaikan, pemberantasan korupsi tetap menjadi fokus. Karena korupsi adalah musuh bersama dan harus dilawan.

"Bisa dilihat di sini, tiap hari ada pemeriksaan-pemeriksaan. Saya tetap semangat. Saya berkomitmen korupsi itu harus kita tindak. Korupsi ini harus kita lawan. Bagaimana supaya Riau ini maju tanpa ada korupsi," tegasnya.

Dari perkara-perkara yang ditangani Kejati Riau, setidaknya ada dua yang jadi perhatian karena melibatkan pejabat teras Provinsi Riau dan eks kepala daerah di Riau. Pertama, perkara korupsi yang menjerat eks Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau Yan Prana Jaya Indra Rasyid. Yan Prana dihukum dua tahun penjara oleh Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru. Hukuman ini turun satu tahun dari yang divonis oleh Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru.

Mantan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Siak itu  juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti (UP) sebesar Rp1,4 miliar. Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru menilai Yan Prana Jaya terbukti melakukan perbuatan korupsi anggaran pengadaan alat tulis kantor (ATK) dan makan minum di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Siak tahun 2014-2017, sebagaimana dakwaan pertama subsidair jaksa penuntut umum (JPU).

Sementara untuk dugaan korupsi pemotongan anggaran perjalanan dinas, hakim menilai Yan Prana Jaya tak terbukti melakukan hal tersebut. Yan Prana Jaya melanggar 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Selain itu, hakim juga menghukum Yan Prana membayar denda Rp50 juta. Dengan ketentuan apabila tidak dibayar, diganti hukuman pidana penjara 3 bulan. Vonis ini, jauh lebih ringan dari tuntutan yang dilayangkan JPU dalam sidang sebelumnya. Di mana JPU menuntut Yan Prana pidana penjara 7,5 tahun.

Ketika itu JPU juga menuntut terdakwa membayar denda sebesar Rp300 juta. Jika tidak dibayar, maka dapat diganti dengan pidana kurungan penjara selama 6 bulan. Tidak hanya itu, JPU meminta Yan Prana juga harus membayar uang pengganti (UP) kerugian negara sebesar Rp2,8 miliar lebih. Apabila uang itu tidak dikembalikan ke negara, maka dapat diganti dengan pidana kurungan penjara 3 tahun.

Yan Prana Jaya dijerat dalam dugaan korupsi saat menjabat sebagai kepala Bappeda Siak. Dia juga bertindak sebagai Pengguna Anggaran (PA). Berdasarkan dakwaan JPU disebutkan, Yan Prana Jaya bersama-sama Donna Fitria (terdakwa yang perkaranya diajukan dalam berkas perkara terpisah) dan Ade Kusendang, serta Erita, sekitar Januari 2013 hingga Desember 2017 melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain sebesar Rp2.896.349.844,37.

Kemudian, pihak yang juga dijerat oleh Kejati Riau terkait Tipikor tahun ini adalah Mursini, mantan Bupati Kuansing terkait anggaran 6 kegiatan di Setdakab Kuansing. Perkara ini sekarang sedang bergulir si Pengadilan Tipikor Pekanbaru.

Mursini resmi ditahan penyidik Pidsus Kejati Riau, Kamis (5/8) karena dinilai tak kooperatif. Total anggaran pada 6 kegiatan di Setdakab Kuansing itu mencapai Rp13.300.600.000. Adapun kegiatan tersebut  bersumber dari APBD Kuansing Tahun Anggaran (TA) 2017. Timbul kerugian negara sebesar sekitar Rp5 miliar akibat dugaan korupsi tersebut.

Pengumuman penetapan tersangka Mursini disampaikan pada Kamis (22/7) lalu, bertepatan dengan peringatan Hari Bhakti Adhyaksa (HBA) ke-61. Dia diketahui menjadi tersangka keenam dalam perkara ini. Di mana sebelumnya sudah ada lima orang yang dihadapkan ke persidangan dan dinyatakan bersalah.

Mereka adalah mantan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah Kabupaten Kuansing, Muharlius. Lalu, M Saleh, mantan Kepala Bagian (Kabag) Umum Setdakab Kuansing yang juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada 6 kegiatan itu. Berikutnya, mantan Bendahara Pengeluaran Rutin Setdakab Kuansing Verdi Ananta, mantan Kasubbag Kepegawaian yang menjabat Pejabat Pelaksanaan Teknis Kegiatan (PPTK) Hetty Herlina dan Yuhendrizal, mantan Kasubbag Tata Usaha Setdakab Kuansing sekaligus PPTK kegiatan rutin makanan dan minuman tahun 2017.

Adapun modus yang dilakukan Mursini dalam perkara itu adalah menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor : KPTS 44/II/2017 tanggal 22 Februari 2017 tentang penunjukan pejabat Pengguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pemeriksa Barang, Bendahara Pembantu dan Bendahara Pengeluaran dan lainnya. Mursini memerintah Muharlius dan M Saleh dengan nominal berbeda. Akibat perbuatan Mursini, timbul potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp5.876.038.606, dan ini telah termuat dalam putusan M Saleh.

Kajati Riau menegaskan, dalam penanganan perkara pihaknya tetap melakukan secara profesional dan sesuai aturan hukum yang berlaku. Semangat itu akan terus dipertahankan.

"Saya akan bekerja secara netral, profesional dan berintegritas. Kalau memenuhi unsur dan alat bukti cukup, kita limpahkan (ke pengadilan)," tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Jaja berharap dukungan dan kerja sama dari seluruh komponen masyarakat Riau termasuk dari tokoh masyarakat, tokoh agama serta media cetak dan elektronik untuk bersama-sama mengawasi perkembangan penanganan tindak pidana korupsi di Provinsi Riau. Dia ingin Provinsi Riau ini maju tanpa ada korupsi.

"Korupsi ini musuh kita bersama. Kalau korupsi ini tidak kita tindak, bagaimana pembangunan-pembangunan yang ada di Riau. Saya ingin Riau ini maju tanpa ada korupsi," imbuh dia. "Saya ingin penanganan korupsi itu tidak gaduh, dan tidak mengganggu roda pemerintahan," sambungnya.

Menambahkan Kajati Riau, Aspidsus Kejati Riau Tri Joko menyampaikan, pihaknya masih berupaya menyelesaikan beberapa perkara yang masih menjadi tunggakan. Di antaranya, penyidikan lanjutan dana kasbon APBD Indragiri Hulu Tahun 2005-2008 senilai Rp114 miliar.

"Juga masalah RSUD Bangkinang, bansos hibah di Siak, dan lainnya," paparnya. Dalam pada itu, selain pada posisi sebagai APH yang menyidik dan penuntut perkara, Kejati Riau juga menjalankan fungsi pendampingan kepada pemerintah. Salah satu yang jadi prioritas saat ini adalah pendampingan terhadap proyek jalan tol di Provinsi Riau.

Pembangunan tol bukan tanpa hambatan. Saat ini salah satunya terhambat karena adanya keberadaan makam di salah satu daerah, yang terkena jalur tol Rengat-Jambi. Kejati Riau, turun tangan menyelesaikan masalah tersebut. Asisten Intelijen Kejati Riau, Raharjo Budi Kisnanto mengatakan, pihaknya sudah melakukan pendataan terhadap potensi terjadinya beberapa konflik sosial dalam pembangunan proyek strategis nasional ini. "Kami sudah mendata semuanya, baik yang ruas batas Jambi-Rengat, sudah mendata semuanya," kata Raharjo. "Di sana ada isu di salah satu desa yang ada di sana, sebagai makam tokoh salah satu suku," tambahnya.

Atas informasi awal itu disebutkan Raharjo, tim mendatangi lokasi yang dimaksud. Kejaksaan menjalin komunikasi dan konsultasi kepada tokoh masyarakat yang ada di sana. "Ternyata itu bukan makam tokoh adat dan sebagainya, sebagaimana yang diembuskan pihak-pihak tadi," urainya

Tak hanya di ruas Rengat-Jambi, Korps Adhyaksa Riau juga membantu menyelesaikan masalah pembangunan proyek tol di daerah lainnya. Termasuk di ruas tol Pekanbaru-Bangkinang, yang sebelumnya sempat menyisakan sekitar 500-an meter lahan lagi terkait pembebasan.

"Mudah-mudahan di akhir tahun ini bisa selesai semuanya, dan bisa diresmikan bapak presiden dalam waktu yang tidak lama lagi, mohon doanya masyarakat Riau, agar pembangunan bisa sesuai jadwal," ungkapnya.

Ia memaparkan, soal ganti rugi, ini masih bersifat tertutup. Informasinya belum bisa disampaikan secara gamblang. Pihaknya sudah menyiapkan langkah-langkah penanganan yang terukur. Agar pembangunan jalan tol tetap sesuai jadwal yang sudah ditetapkan. Menurutnya, dengan dukungan seluruh pihak yang bahu-membahu, semua masalah dalam pembangunan tol akan cepat dituntaskan.

Berikutnya, soal pelepasan sejumlah kawasan hutan. Raharjo menerangkan, permohonannya sudah sampai ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK). "Mudah-mudahan dalam watu yang tidak terlalu lama, izin pelepasan kawasan hutan tadi bisa segera keluar dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sehingga pembangunan tol Pekanbaru-Jambi, Pekanbaru-Bangkinang, Bangkinang-Pangkalan, bisa segera terwujud. Karena melewati kawasan hutan," urai dia.

Menurut Raharjo, pihaknya turut mengkhawatirkan adanya pihak-pihak yang membentuk kelompok tani dadakan. Mereka diduga akan memanfaatkan proyek pembangunan tol untuk mencari keuntungan. "Ini sudah kita petakan semuanya, pemetaan tidak kita lakukan sembarangan, karena kita juga bekerja sama dengan pihak lembaga lainnya, baik lembaga pemerintah maupun NGO. Intinya di situ, di dalam kawasan misalnya, area salah satu perusahaan tadi memang tidak ada kelompok tani yang membuka lahan di situ," sebut dia.***   









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook