PERJALANAN KE PULAU KARANG (19)

Gagal ke Sabu Timur karena Mobil Mogok

Feature | Senin, 27 Januari 2020 - 06:37 WIB

Gagal ke Sabu Timur karena Mobil Mogok
Seorang murid SD sedang berjalan kaki di tengah panas terik di Desa Jiwuwu, Kecamatan Sabu Tengah. Jalan berbatu dan berdebu ini merupakan akses utama menuju Kecamatan Sabu Timur. (HARY B KORIUN/RIAUPOS.CO)

Namun, di tengah kami asyik ngobrol sambil bercanda, tiba-tiba laju kendaraan menyendat lagi. Posisinya tak jauh dari rumah pribadi Bupati Sabu Raijua, Nikodemus Rihi  Heke, di Desa Eilode, Sabu Tengah, hanya berjarak seratusan meter. Juga tak jauh dari SMP N 1 Sabu Tengah, di depan rumah orangtua Ovian yang memproduksi gula tadi.

Mobil kemudian dibawa ke pinggir. Seperti tadi, kami harus menunggu mesin dingin dulu. Kami duduk di batu-batu di dekat kebun kayu jati yang ditanam di antara batu-batu yang kelihatan nongol di tanah tersebut. Di seberang jalan, terlihat rumput badang savana di sejauh mata memandang. Hari sudah hampir pukul 16.00 Wita, dan matahari sudah condong ke barat. Namun panas terik masih terasa menyengat dan memanggang.


“Nanti kalau ada tumpangan ke Minea, Mas Hary duluan nggak apa-apa...” kata Bang Brother kemudian.

“Tidak apa-apa, Bang. Kita pulang bersama saja. Kalau harus nunggu seperti ini juga tak apa...” balas saya.

“Biar saya yang membawa mobil ini sampai Minea. Sampai jam berapa pun,” tukasnya.

Tak lama setelah itu, ada seorang pengendara motor lewat. Bang Brother menghentikannya. Lagi-lagi, dia kenal dengan pemuda itu. Namanya Immanuel Mappa. Seorang petugas kesehatan di Puskesma Sabu Tengah yang kebetulan akan ke Kantor Bupati di Minea. Saya merasa tak enak meninggalkan Bang Brother sendirian di tengah terik panas seperti ini. Namun dia memaksa dan bilang kalau dia tak apa-apa.

“Mas Hary kan puasa. Biar bisa istirahat menjelang berbuka nanti,” kata Bang Brother.

Kalau sudah begitu bilang dia, saya tak bisa menolak.

Motor Honda GL MAX  yang kami  –saya dan Immanuel Mappa— tumpangi kemudian berjalan pelan menuju Minea. Namun sebelum kami sampai depan Gereja Ebenhaezer, terdengar ada mobil di belakang yang menghidupkan klakson. Ternyata Bang Brother. Kami tertawa dan saling melambai. Tetapi tak lama setelah itu tak terlihat lagi mobil yang dikendarai lelaki mungil berkulit sawo matang itu.

Imannuel Mappa mengantarkan saya sampai ke Penginapan Komang di Minea. Saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya, dan dia bilang senang bisa mengantar seorang tamu yang akan melakukan sesuatu bagi daerahnya. Saya hanya tersenyum mendengarnya. Apa yang bisa saya lakukan untuk daerah ini? Saya bertanya dalam hati.

Beberapa saat kemudian Bang Brother mengirim pesan pendek melalui WA: “Sudah sampai penginapan, Mas? Saya langsung ke bengkel ya...”

Saya jawab bahwa saya sudah sampai ke penginapan dengan selamat tanpa kurang suatu apa pun juga...(bersambung)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook