Kami kemudian memilih dangau deretan keempat dari pintu masuk tadi. Bangunan dari kayu ukuran 4x4 itu dibuat dengan rapi. Lantainya dari papan kayu jenis dadap. Atapnya dianyam dengan baik dan rapi, dari daun pohon lontar, pohon yang menghasilkan getah untuk gula, baik gula curah maupun gula semut, yang menjadi salah satu komoditi yang membantu perekonomian warga Sabu, selain hasil pertanian yang lain.
“Seharusnya pantai ini dikelola dengan baik agar menarik minat masyarakat berwisata di sini. Dulu waktu saya masih di Dinas Pariwisata, saya menyarankan agar dikelola pihak ketiga. Namun usul saya tak diterima. Kalau dikelola sendiri oleh pemerintah, beginilah hasilnya. Tak fokus...”
Nando seperti bicara untuk dirinya sendiri. Nampak wajah kesalnya. Tak bisa disembunyikan.
Nama panjangnya Jefrison Hariyanto Fernando. Inilah lelaki yang ditelepon Dr Sastri ketika kami baru sampai di pulau ini. Ini pertemuan kami yang kedua. Pertemuan pertama ya saat sehabis salat Jumat, setelah acara perkenalan dan “penyerahan” saya ke Pemkab Sabu Raijua, pada 3 Mei itu. Ketika itu, setelah ditelpon Dr Sastri sehari sebelumnya, Nando langsung pulang dari Pulau Raijua, pulau kedua terbesar di kabupaten ini setelah Pulau Sabu. Ketika itu kami baru berkenalan dan ngobrol ke sana-sini. Ngobrol berlima. Tak fokus pada satu hal.
Namun ketika itu Dr Sastri mengatakan ke saya kalau Nando adalah pendamping sekaligus narasumber yang baik selama dirinya melakukan penelitian di Pulau Sabu maupun Pulau Raijua, setahun lalu. Dr Sastri meneliti tentang upaya Kerajaan Majapahit mengembangkan kekuasaannya hingga ke dua pulau ini lewat Patih Gajah Mada. Nando banyak membantu dirinya.
“Hary harus banyak komunikasi dengan Nando, dia sudah berjanji ke saya akan siap membantu. Dia banyak menulis artikel kebudayaan tentang Sabu Raijua,” kata Dr Sastri siang itu.
Saya mengangguk. Mengiyakan.
Dan kini, kami sudah duduk bersila di bungalow dengan masing-masing bersandar pada tiang. Masih ada rasa kikuk. Lalu dia memencet nomor di telepon selulernya, menelpon seseorang. Setelah itu terdengar dia bicara dengan bahasa Sabu dengan seseorang. Setelah selesai, dia mengatakan kalau Yulius Boni Geti akan menyusul.
“Dia masih membantu mengurus berkas-berkas istrinya yang diterima menjadi calon ASN. Jadi guru,” kata Nando membuka pembicaraan.
Yulius Boni Geti adalah seorang wartawan. Dia korespondeng Harian Victory News untuk Sabu Raijua. Koran ini berpusat di Kupang, ibu kota Nusa Tenggara Timur (NTT). Kami sudah berkawan di media sosial Facebook sejak lama. Ketika saya terpilih untuk ikut program ini, dia langsung menghubungi saya di Facebook bahwa dia anak asli Raijua yang bertugas di Sabu. Kami sempat berkomunikasi panjang lewat WhatsApp. Saya bertanya beberapa hal awal tentang kabupaten ini ketika itu. Lalu kami berjanji untuk bertemu.
Waktu bertemu dengan Nando pertama kali, saya menyebut tentang Yulius, dan dia langsung mengatakan bahwa dia adalah teman baiknya. Seniornya malah. Dan hari ini, Yulius juga akan bergabung dengan kami. (bersambung)