DAMPAK KETAHANAN PRODUK MIGAS UNTUK PEMBANGUNAN INDONESIA

Dari Pekerja hingga Punya Perusahaan Sendiri

Feature | Minggu, 07 November 2021 - 10:45 WIB

Dari Pekerja hingga Punya Perusahaan Sendiri
Direktur PT Putra Sakai Gemilang Muchtar Rauf foto bersama Syamsuar, saat masih Bupati Siak (sekarang Gubernur Riau), dalam sebuah pertemuan bersama masyarakat lokal, beberapa waktu lalu. (ISTIMEWA)

Apalagi, lanjutnya, cadangan minyak dunia juga masih sangat besar sehingga akan tetap jadi andalan utama energi dunia. Misalnya Venezuela (300,9 Gbbl), Arab Saudi (2665,7 Gbbl), Canada (169,7 Gbbl), Iran (158,4 Gbbl), Iraq (142,5 Gbbl), Kuait (101,5 Gbbl), UAE (97,8) Russia (80 Gbbl), Libya (48,5 Gbbl), USA (36,5 Gbbl). Belum lagi Qatar, Mesir, Algeria dan juga Indonesia (3,3 Gbbl). Artinya potensi cadangan minyak dunia  masih besar.


Capaian Produksi Meningkat
Penerapan baru kebijakan pengawasan langsung kegiatan lifting oleh SKK Migas untuk mengamankan penerimaan negara mulai dirasakan hasilnya. Di tengah upaya mempertahankan capaian produksi migas, capaian lifting minyak bumi dan kondensat dari lapangan produksi wilayah Sumatera Bagian Utara berhasil mencapai diatas target pemerintah.


Berdasarkan data bulan Januari 2019 capaian lifting minyak mentah dan kondensat wilayah Sumbagut mencapai 6,89 juta barel atau sekitar 222 ribu barel perhari. Capaian tersebut berada 4,9 persen diatas target APBN dan 10 persen diatas target lifting WPNB KKKS Wilayah Sumbagut.

Capaian positif tersebut juga berada diatas capaian tahun sebelumnya. Di tahun 2018 lifting minyak baru mencapai 6,2 juta barel atau meningkat sebesar 11 persen . Saat itu pelaksanaan pengawasan masih dilakukan oleh pihak surveyor SKK Migas.

Data tersebut disampaikan Pengawas Utama Lifting Yanin Kholison dalam Rapat Koordinasi dan Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Lifting di Pekanbaru, 21 Februari 2019 kepada Sekretaris SKK Migas Arif Handoko, Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagut  Avicenia Darwis dan Kepala Divisi SDM Hamdi D. Suryodipuro.

Sementara itu Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencanangkan target produksi 1 juta barel minyak per hari (BOPD) dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (BSCFD) pada tahun 2030, sebagai tanda kebangkitan industri hulu migas Indonesia. Jika target dapat tercapai, maka akan menjadi puncak produksi baru bagi Indoesia karena produksi saat itu akan setara 3,2 juta barel per hari.

Namun untuk mencapai target itu dibutuhkan perubahan mindset dan kemauan untuk keluar dari zona nyaman dengan melakukan upaya-upaya "Not Business As Usual".

Target produksi yang diinisiasi SKK Migas ini mendapatkan dukungan dari para pemangku kepentingan (stakeholders). Dalam Konvensi 2020 International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas yang diadakan baru-baru ini, di Jakarta, semua pemangku kepentingan yang terlibat, antara lain Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perindustrian, SKK Migas, Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS), dan Indonesian Petroleum Association (IPA), telah menyampaikan aspirasinya dan mendiskusikan hal yang dapat mendukung pencapaian target 1 juta BOPD dan 12 BSCFD pada 2030. Semua pihak menyadari pencapaian target tersebut dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang baik.

Salah satunya dapat menekan defisit perdagangan migas. Apalagi, dalam dua tahun terakhir, besarnya impor migas disebut menjadi beban dalam neraca dagang dan turut memperlebar defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan pemerintah sadar betul industri hulu migas memegang peranan strategis untuk mendukung program pertumbuhan ekonomi. Bukan hanya sebagai sumber penerimaan, tetapi juga sebagai lokomotif pergerakan perekonomian.

"Industri migas setiap tahun berinvestasi sebesar 10 milliar dolar AS dengan faktor multiplier effect yang bisa mencapai 1,6 kali dengan penyerapan tenaga kerja yang cukup tinggi. Sebagai sumber energi dan bahan baku, industri migas memegang peranan penting dalam mendukung pengembangan industri di Indonesia," kata Airlangga.

Ketahanan industri migas tidak hanya penting bagi pendapatan negara tetapi punya multiplier effect yang besar bagi peningkatan taraf perekonomian ber­bagai lapisan anak bangsa.***


Laporan  Helfizon Assyafei,  Minas









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook