DAMPAK KETAHANAN PRODUK MIGAS UNTUK PEMBANGUNAN INDONESIA

Dari Pekerja hingga Punya Perusahaan Sendiri

Feature | Minggu, 07 November 2021 - 10:45 WIB

Dari Pekerja hingga Punya Perusahaan Sendiri
Direktur PT Putra Sakai Gemilang Muchtar Rauf foto bersama Syamsuar, saat masih Bupati Siak (sekarang Gubernur Riau), dalam sebuah pertemuan bersama masyarakat lokal, beberapa waktu lalu. (ISTIMEWA)

Rawa menambahkan bahwa menurut Dhiaul Haq (2021) menyebutkan bahwa terdapat beberapa lembaga masyarakat internasional untuk memastikan agar perusahaan multi nasional (termasuk perusahaan migas) melindungi hak-hak kearifan masyarakat lokal, seperti CAO-IFC (Compliance Advisor Ombudsman-International Finance Cooperation).

Juga TAN (Transnasional Advocay Network). Selain itu, lanjutnya lagi, ada ISO 26000 yang secara tegas agar perusahaan-perusahaan menghormati kearifan lokal dan menangani semua masalah akibat kehadiran perusahaan. Bila abai maka dampak negatifnya adalah ambruknya nilai saham perusahaan tersebut di pasar bursa dunia.


Sebagai kontraktor migas yang beroperasi di Riau tentulah pengelola harus mengenal kearifan lokal di Riau seperti pertama, tata nilai/karma (sesama manusia, alam, tamu dan lainnya). Kedua, pantang larang (sesuatu yang dilarang di Riau).

Misalnya karakteristik pengelolaan alam seperti rimba larangan (contoh di Songgan, Imbo Ghano).

Begitu juga lubuk/danau larangan di Kampar, kepungan sialang, tanah ulayaat dan juga tanah tinggi. Selain itu industri juga perlu mengenal karakteristik budaya yang ada di Riau. Misalnya budaya Melayu (pesisir), Melayu daratan (Minang), Kacukan (campuran berbagai budaya) dan suku asli (Sakai, Akit, Hutan, Talang Mamak, Laut, Bonai).

Menurut Rawa keberadaan industri migas berbeda dengan industri lainnya semisal tambang yang memerlukan lahan luas dan kerusakan yang lebih besar.

Sementara karakteristik perusahaan minyak hulu luas pemakaian lahan maupun pencarian (eksplorasi) hingga pengaliran melalui pipa tidak memerlukan lahan yang terlalu luas sehingga dampak sosialnya tidak begitu banyak. Hanya saja pipa penyaluran distribusi minyak meskipun tidak luas tetapi sangat panjang melewati hingga beberapa kabupaten. Ini juga masalah tersendiri karena rawan pencurian dan harus diantisipasi.

Migas Masih Energi Utama
Mantan Wamen ESDM pada Kabinet Indonesia Bersatu II Prof Dr Ing Ir Rudi Rubiandini RS Dipl-Ing saat tampil di diskusi Migas PWI Riau-SKK Migas belum lama ini bercerita."Saat saya masuk kuliah pertama kali selulus SMA tahun 1980  mengambil jurusan perminykan di ITB orang-orang bilang minyak akan habis 10 tahun ke depan," ujarnya. Tapi, lanjutnya, ternyata cadangan energi migas dunia itu luar biasa.

"Sampai sekarang masih jadi energi utama dunia," ujarnya. Menurutnya pengembangan energi sebagai substitusi berjalan kurang lancar. Contohnya pengembangan panas bumi, energi air, batubara,  apalagi energi baru seperti biofuel,  surya dan angin. Selain mahal, tidak konsisten bertahannya dan memerlukan investasi yang besar dengan pasokan daya yang tak seimbang dengan investasi yang diperlukan.

Lebih lanjut ia juga mengatakan bahwa cadangan minyak di Indonesia juga masih cukup besar. Namun keterbatasan upaya eksplorasi dan teknologi membuat produksi terus menurun.Akibatnya terjadi krisis pasokan migas untuk memenuhi keperluan domestik. Akhirnya terpaksalah kita menja­di negara pengimpor migas. Mengapa krisis minyak terjadi karena produksi tidak dapat mengejar pertumbuhan konsumsi yang sangat cepat. Ri­siko menjadi negara pengimpor minyak adalah ketika harga minyak naik maka  beban APBN akan semakin tinggi.

Sedang bila harga turun maka pen­dapatan APBN ikut turun. Menurut Rudi mau tidak mau produksi minyak harus terus dipacu agar mampu meningkatkan pendapatan negara. Sebagai perbandingan pendapatan negara tahun 2011-2014 sekitar 30 miliar dolar AS. Sedang pada tahun 2019-2020 pro­­duksi menurun yang berimbas pada menurunnya pendapatan negara hanya 12 miliar dolar AS.

Oleh sebab itu, lanjutnya,  kita harus mendukung ketahanan industri migas di Indonesia. Selain cadangan yang masih cukup besar sejumlah eksplorasi terus dilakukan. Misalnya di Kalimantan (Indonesia Deepwater  Development/IDD),  Jimbaran Tiung Biru (gas), Tangguh Train 3 (Papua) dan Abadi di Nusa Tenggara. Menurutnya semua stakeholder harus berupaya bersinergi mendukung industri migas karena jadi tiang utama pendapatan negara.

"Coba anda bayangkan waktu Republik ini baru berdiri. Bagaimana membiayai pembangunan nasional mulai dari jalan, jembatan, gaji guru-guru se-Indonesia,  gaji TNI-Polri, membangun sekolah-sekolah hingga ke desa-desa di wilayah seluas Indonesia ini, darimana uangnya? Ya itulah dari minyak dan gas bumi. Jadi penting sekali artinya bagi kita semua pendapatan dari sektor ini," ujarnya.  Jadi ketahanan industri migas harus dijaga bersama









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook