DAMPAK KETAHANAN PRODUK MIGAS UNTUK PEMBANGUNAN INDONESIA

Dari Pekerja hingga Punya Perusahaan Sendiri

Feature | Minggu, 07 November 2021 - 10:45 WIB

Dari Pekerja hingga Punya Perusahaan Sendiri
Direktur PT Putra Sakai Gemilang Muchtar Rauf foto bersama Syamsuar, saat masih Bupati Siak (sekarang Gubernur Riau), dalam sebuah pertemuan bersama masyarakat lokal, beberapa waktu lalu. (ISTIMEWA)

Menurutnya keberadaan perusahaan yang bermanfaat positif pada warga lokal selama ini berjalan. "Kerjasama yang baik telah lama terjalin antara kontraktor migas dengan warga lokal. Mulai dari bantuan bersifat temporer seperti Sembako saat menghadapi pandemi hingga hingga membantu kompetensi anak-anak lokal yang lulus SMK dengan training dan sertifikasi," ujar Anas.

Menurutnya lagi selama ini bantuan kontraktor migas telah ikut memaju­kan Kampung Minas Timur secara pi­sik maupun SDM generasi mudanya.


Meski dirinya tidak lagi menjabat ke­pala desa, namun hubungan baik dan kordinasi dengan Cheveron kini PT PHR tetap berjalan dengan baik. "Mereka tetap melakukan kordinasi bila hendak memberi bantuan apa-apa yang diperlukan oleh warga lokal tempat mereka beroperasi," ujarnya lagi.

Anas berharap perusahaan kontraktor migas yang kini beralih ke Pertamina Hulu Rokan (PHR) terus dapat bekerja sama dengan Kampung Minas Timur bersama Pemerintah Kecamatan dalam upaya mensejahtarakan warga lokal yang berada di wilayah operasi.  Termasuk terserapnya genera­si muda tenaga lokal ke dalam pe­­­ker­jaan migas yang ada.

Dua contoh itu menurut pengamat perminyakan nasional Prof Dr Ing Ir Rudi Rubiandini RS Dipl-Ing saat tampil diskusi di Pekanbaru Riau belum lama ini mengatakan itu adalah contoh dari multiplier effect industri perminyakan pada tingkat lokal. Menurutnya keberadaan industri migas diharapkan membawa efek ganda bagi peningkatan taraf perekonomian masyarakat tempatan terutama yang berada di sekitar lokasi operasional kontraktor migas tersebut.

Menurutnya hal ini baru contoh kecil dari multiplier effect pada tingkat mikro dan multiplier effect pada tingkat makro seperti alokasi dana Migas bagi pembangunan nasional dan pembangunan lokal juga merupakan kontribusi dari industri migas tanah air. Industri Permi­nyakan Hulu dan Kearifan Lokal di Riau

Se­mentara itu Pengamat Sosial dan Lingkungan  Rawa El Amady saat tampil di diskusi Migas bersama PWI Riau belum lama ini mengatakan bahwa keberadaan industri perminyakan baik hulu maupun hilir jelas membawa perubahan-perubahan besar pada aktivitas sosial dan lingkungan. Oleh karena itu, lanjutnya, industri perminyakan harus memiliki kearifan lokal dalam berinteraksi dengan lingkungan dan juga dengan masyarakat lokal, utamanya lagi suku asli wilayah itu yakni Suku Sakai.

"Ya kita berharap keberadaan industri migas itu membawa perubahan yang positif terutama pada warga asli yang berdomisili di sekitar daerah operasi. Jangan mereka hanya jadi penonton sedangkan hasil alamnya diambil," ujarnya lagi.   Mengutip teori akademik, Rawa menyebutkan bahwa kearifan lokal itu merupakan sebuah sistem dalam tatanan kehidupan sosial-politik-budaya-ekonomi serta lingkungan yang hidup di tengah-tengah masyarakat lokal (Thamrin 2014).

Menurut Rawa kearifan lokal yang harus diapresiasi oleh industri migas di wilayah operasional adalah kebiasaan, adat setempat dan juga kepercayaan keagamaan yang dianut.

"Jangan sampai keberadaan industri kemudian punya kebijakan yang bertolak belakang dengan kearifan lokal yang bisa membuat kendala bagi kelancaran produksi migas itu sendiri.

Menurut Rawa di awal tahun 1990-an  akademisi Chamberd and Richard (1995) secara terbuka menyatakan bahwa kearifan lokal tidak lagi dipandang sebagai tahayul (superstition), tetapi telah mengajarkan kita pada kerendahan hati dan kebutuhan untuk belajar dari mereka sebelum berinteraksi dengan mereka.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa posisi kearifan lokal pun kini sudah disejajarkan dengan pengetahuan ilmiah dan pengetahuan profesional. Dimana setiap kebijakan yang diambil harus melibatkan tiga komponen pengetahuan tersebut. "Artinya perusahan-perusahaan migas berskala internasional sudah paham akan hal ini dan harus mengaplikasikannya di lapangan," tuturnya. Menurutnya dari berbagai studi yang dilakukannya menunjukkan kontraktor migas berupaya membangun komunitas lokal (area operasi) dengan program-program yang  sesuai dengan kapasitas mereka.

Misalnya, lanjut Rawa, adanya program local business development (LBD) yang berupaya melibatkan usaha lokal sebagai supporting unit dalam aktivitas di area operasi. Memberikan porsi-porsi yang sesuai dengan kemampuan bisnis lokal untuk mengerjakan proyek untuk keperluan supporting  unit kegiatan operasional migas.

Menurutnya sinergi ini bisa menjadi penguat ketahanan industri migas dan membuat operasional dapat berjalan tanpa banyak kendala di lapangan.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook